750 M – 1258 M, para filusuf, insinyur, dan ilmuwan Islam menyumbangkan banyak kontribusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Salah satunya dalam bidang kedokteran. Para ilmuwan Islam mempelajari naskah-naskah kedokteran Yunani karya Gallen dan Hippocrates
yang saat itu dipandang jelek di Eropa, kemudian mengembangkannya sehingga terbentuk penemuan dan pengetahuan baru. Ilmuwan Islam juga menjadikan naskah-naskah yang inkosisten tersebut menjadi lebih sistematis dengan membuat ikhtisar dan ensiklopedi.
yang saat itu dipandang jelek di Eropa, kemudian mengembangkannya sehingga terbentuk penemuan dan pengetahuan baru. Ilmuwan Islam juga menjadikan naskah-naskah yang inkosisten tersebut menjadi lebih sistematis dengan membuat ikhtisar dan ensiklopedi.
Salah satu ilmuwan yang mengembangkan kedokteran saat itu adalah Abul Qasim Khalaf Ibnu Al-Abbas Az-Zahrawi yang merupakan keturunan Kaum Anshor Madinah. Beliau merupakah ahli bedah yang lahir pada tahun 936 M di El-Zahra, sebuah kota yang terletak 9,6 km dari Cordoba, Andalusia (Spanyol). Orang Eropa lebih akrab mangenalnya dengan sebutan Abulcasis. Terobosannya dalam dunia kedokteran, khususnya ilmu bedah, sangat luar biasa. Pisau bedah, tang, gunting halus untuk mata, perban, dan lebih dari 200 alat bedah lainnya merupakan penemuan dari dokter kerajaan pada Kekhalifahan Umayyah ini. Selain itu, beliau juga penggagas penggunaan catgut sebagai benang jahit yang dapat larut secara alami dalam tubuh, forceps untuk menarik janin mati, gips pada tulang, dan kapas sebagai penghenti perdarahan. Alat-alat kosmetika seperti deodorant, lotion, dan pewarna rambut juga merupakan hasil penemuan beliau.
Az-Zahrawi merupakan orang pertama yang melakukan bedah plastik. Selain bedah pelastik, beliau juga menemukan prosedur operasi pada penderita hidrosefalus dan ginekomastia. Hemofilia sebagai penyakit keturunan, merupakan teori yang pertama kali dideskripsikan oleh beliau. Hal inilah yang akhirnya membuat beliau dinobatkan sebagai “Bapak Ilmu Bedah Modern Dunia”.
Dalam pengabdiannya terhadap ilmu kedokteran, Az-Zahrawi menulis sebuah buku berjudul At-Tasrif yang deselesaikan pada tahun 1000 M. Dalam buku yang terdiri dari 30 jilid itu dikupas tuntas berbagai bidang ilmu kedokteran. Antara lain ilmu bedah, opthalmologi, ortopedi, nutrisi, farmakologi, kedokteran secara umum, dan lainnya. Buku tersebut disusun dengan lugas dan rinci sehingga mudah dipahami. Tidak heran jika buku emasnya ini dijadikan sebagai buku ajar dalam pendidikan kedokteran 5 abad lamanya. Buku ini pun banyak menjadi rujukan dalam tulisan-tulisan ahli kesehatan generasi selanjutnya.
At-Tasrif bukan hanya berisi pengembangan ilmu kedokteran secara klinis, tapi juga kode etik kedokteran. Didalamnya tertulis tentang hubungan baik dokter-pasien dan penekanan pentingnya untuk tidak membeda-bedakan status sosial pasien. Baginya, profesi dokter bukan sekedar sarana meraup keuntungan melainkan untuk memberikan pelayanan yang terbaik. Untuk itulah bagi beliau sangat penting mendapatkan diagnosis yang akurat dari setiap kasus yang dihadapinya.
Jika kebanyakan ilmuwan menggunakan sebagian waktu dari kehidupannya untuk mengunjungi belahan lain dari dunia, Az-Zahrawi merupakan ilmuwan yang setia menetap di tanah airnya untuk mengabdi dan mengobati korban kecelakaan dan perang. Beliau juga aktif mengembangkan ilmu kedokteran dengan mengajar. Sebagai seorang guru besar, Az-Zahrawi dikenal sangat peduli terhadap kesejahteraan para siswanya.
Dua tahun setelah tanah airnya dijarah dan dihancurkan, yaitu tahun 1030 M, Az-Zahrawi akhirnya tutup usia di Cordoba. Sekarang, Cordoba memang bukan lagi kota umat Islam, tapi nama Az-Zahrawi masih diabadikan sebagai nama salah satu jalan di Cordoba, yaitu ‘Calle Abilcasis’ yang mana dulunya di jalan itu terdapat rumah tempat Az-Zahrawi tinggal. Kini, rumah tersebut telah ditata menjadi cagar budaya yang dilindungi oleh Badan Kepariwisataan Spanyol.
Kepustakaan:
dan sumber-sumber lainnya~
0 komentar:
Posting Komentar