Ini adalah kali kelimanya selama kuliah aku berbelanja di Pasar Raya. Kali ini tujuanku adalah membeli rok, mengingat beberapa rokku tak lagi layak pakai. Aku meminta Alifa, teman satu kosku untuk menemaniku. Disamping agak gimana gitu kalau di pasar sendirian, aku juga berharap Alifa mau membantuku menawar harga. Maklum lah, aku termasuk golongan cupu dalam perihal belanja. Biasanya kalau mau beli baju aku lebih memilih telpon orangtua, minta dikirimin paket baju. Toh aku juga tidak terlalu peduli dengan mode, yang penting bisa dipakai.
Nah, setelah kuliah pengantar selesai, pergilah kami siang itu dengan angkot. Setibanya di Pasar Raya, aku (sadar) menjadi 100% cupu. Bengong dan berjalan setengah langkah di belakang Alifa, takut salah-salah. Baik salah jalan, salah lewat, salah hati, *eeh...
Karena tujuan kami adalah "ROK", maka kami memasuki area pasar yang lebih teduh. Disana terdapat banyak lapak. Yang pertama kali terlihat adalah sebuah ruko yang menjual pakaian wanita. Mataku langsung tertuju pada rok levis, mengingat size tubuhku yang agak le***, jadi rok-rok biasa sepertinya tidak mu*t.
Aku mulai memegang-megang rok tersebut sementara uni penjual yang kami panggil dengan sebutan 'kakak' mulai beraksi melebay-lebaykan barangnya. Berhubung didompetku hanya ada uang 150.000, tanpa lebih lama lagi berbasa-basi segera kutanyakan hal paling mendasar dari proses berbelanja, "Berapa harganya, Kak?"
"180.000" jawab beliau.
Melihat rautku yang tidak enak, beliau melanjutkan, "Tapi bisa kurang. Bara adiak nio?"
Aku, seperti yang sudah kujelaskan sebelumnya, CUPU SEKALI. Setiap hendak mengeluarkan kata-kata aku melirik Alifa, mencari jawab. Alifa yang belum tahu bahwa aku dapat berubah cupu mendadakpun tampaknya bingung. Namun akhirnya, ia mulai connect dan mencoba menawar.
Si Kakak Penjual tidak mau menjual dibawah harga 100.000. Namun, aku pun tak akan sanggup jika harus membeli diatas 100.000. Akhirnya terjadilah pembicaraan yang alot antara Kakak Penjual dan Alifa, dengan aku dan Alifa saling melirik dan berbisik-bisik. Kakak Penjual yang bingung berkali-kali bertanya, "Siapa yang mau beli?" Tentunya Alifa langsung menunjukku.
Namun, sealot-alotnya pembicaraan kami, titik terang tidak berhasil ditemui. Aku tetap pada prinsipku, tidak lebih dari seratus ribu, sementara Si Kakak Penjual tidak mau kurang dari seratus ribu.
Aku dan Alifa pun mulai bosan dan berujar, "Lihat-lihat dulu lah ya, Kak."
Kami pun hendak pergi, sudah sampai di ambang keluar, tiba-tiba Kakak Penjual memanggil kami. Tapi tetap saja ia tidak mau kurang dari seratus ribu. Kami hendak pergi lagi, lalu dipanggil lagi, dan masih tidak dapat titik temu. Beberapa kali hal itu terjadi hingga aku dan Alifa benar-benar memutuskan untuk pergi.
Dan tanpa diduga-duga, Kakak Penjual seketika menarik tanganku dengan kuat dan mengomel, "Ndak bisa bantuak itu do diak......*dst**entah apa yang dikatakannya*".
Aku bilang, "Maaf Kak, tapi mau lihat dulu yang lain. Nanti bisa jadi balik lagi kesini."
Bukannya lepas, genggaman tangannya semakin erat. *Kuat juga nih, orang. Padahal keremeng gitu...* Aku berusaha melepaskan genggaman itu, namun Kakak Penjual tak mau melepaskannya.
Dengan kesal aku berontak, "Kok Kakak gitu sih?"
Beliau balas dengan omelan khas minang tingkat tinggi yang sulit kucerna.
Saat itulah hatiku mulai berdetak takut. Aku yang cupu ini dianiaya oleh Kakak Kurus yang berjualan di Pasar. Sungguh mengerikan. (lebay..)
Alifa pun mulai membantu, tapi tangan itu tak jua lepas. Hingga akhirnya aku tak tahan untuk tidak bilang, "Aku agak kurang suka juga dengan model roknya, Kak. Ada oren-orennya, sih."
Dan lepaslah tangan itu.
Aku dan Alifa pun cepat-cepat menjauh. Ada was-was dihati kami, takut Si Kakak mengikuti. Untunglah tidak. Hanya saja tanganku cukup pegal akibat genggaman mautnya~
Sepulang dari Pasar Raya, 7 Oktober 2013
0 komentar:
Posting Komentar