Kamis, 26 Maret 2015

The Promised Sultan

Catatan Unknown pada 3:51 PM
Oleh: Muhammad Syaifullah

Mehmed II bin Murad lahir di Edirne pada 29 Maret 1432 M, 8 tahun setelah pengepungan Konstantinopel oleh ayahnya Murad II. Dikatakan bahwa ketika menunggu proses kelahirannya, Murad II menenangkan dirinya dengan membaca Al Qur’an dan lahirlah anak laki-laki ketiganya saat bacaannya sampai pada surat Al-Fath, surat yang berisi janji-janji Allah akan kemenangan kaum Muslim.
Saat berumur dua tahun, Mehmed dikirim bersama kakak tertuanya Ahmed ke Amasya, sebuah kota tempat mempelajari pemerintahan bagi keluarga kesultanan. Mehmed dan saudara-saudaranya dipersiapkan sejak usia dini untuk menjadi ghazi-ghazi yang terbaik demi mewujudkan impian Ustman dan lisan Rasulullah SAW untuk menaklukkan Konstantinopel.
Empat tahun setelah itu, Mehmed yang masih sangat belia diangkat menjadi gubernur Amasya menyusul kematian tiba-tiba kakaknya Ahmed. Setelah dua tahun memimpin Amasya, Mehmed bertukar tempat dengan Ali bin Murad untuk memimpin Manisa.

Mehmed telah menghafalkan Al-Qur’an pada usia 8 tahun dibawah tempaan Syaikh Al-Kurani, sedangkan mental seorang penakluknya ditanamkan oleh Syaikh Aaq Syamsuddin. Keyakinan yang ditanamkan kedua Syaikh tersebut membawa pengaruh yang sangat besar. Proyeksi bahwa dirinyalah penakluk Konstantinopel membawa suatu inspirasi dan motivasi tak terbatas, digabungkan dengan watak dan kemauan kerasnya dalam usia kurang dari 17 tahun Mehmed daapat menguasai bahasa Arab, Turki, dan Persia. Ia juga fasih dalam percakapan berbahasa Prancis, Yunani, Serbia, Hebrew, dan Latin. Ketertarikannya juga ditunjukkan dalam ilmu sejarah, geografi, syair, seni, dan teknik terapan. Keahliannya dalam perang pun tidak diragukan. Dari semua hal yang ada pada Mehmed II, tentu saja yang paling mempesona adalah kedekatannya dengan Allah swt.
Mehmed satu-satunya panglima yang selalu shalat berjamaah dan tidak pernah masbuq. Mehmed juga selalu menjaga shalat malamnya sebagai mahkota diri dan shalat rawatib sebagai pedangnya. Kedua hal tersebut tidak pernah dilewatkannya sejak baligh hingga meninggal dunia.
Mehmed pernah diangkat menjadi Sultan pada usia 12 tahun. Saat itu, Murad II ingin memastikan anaknya dapat menjalankan tugas dengan baik semasa ia masih hidup dan memercayakan pengawasannya pada Halil Pasha, wazir kepercayaannya untuk mendidik anaknya tentang tugas-tugas sultan dan kepemimpinan. Namun, Mehmed membuat kebijakan yang keliru yaitu penaklukan Konstantinopel, padahal pada saat itu pemerintahan belum siap untuk melakukan serangan karena banyaknya masalah internal pemerintahan. Halil Pasha yang mengkuatirkan bahwa kebijakan Mehmed akan membawa gejolak kaum Kristen Eropa segera melakukan sabotase terhadap kebijakan Mehmed dan menggugat Murad kembali menjadi Sultan. Usaha Halil Pasha berhasil, sekali lagi pada tahun 1446, Murad II menjadi sultan, sedangkan Mehmed kembali menjadi gubernur Manisa dalam kondisi terhina dimata rakyat.
Mehmed tidaklah putus asa, melainkan ia mempelajari sebab-sebab kegagalannya dalam pemerintahan dan mempersiapkan strategi baru untuk menaklukkan konstantinopel dan terutama mendekatkan dirinya kepada Allah. Sampai pemerintahan Murad II, Manisa menjadi tempat penempaan Mehmed menjadi penakluk terbaik.Tujuh tahun di Manisa,Mehmed berhasil membuktikan dirinya layak sebagai pemimpin. Terbukti dari perang-perang yang diikutinya. Salah satunya perang Kosovo.
Februari 1451, Murad II menutup usia. Halil Pasha meminta Mehmed segera ke Edirne untuk penobatannya sebagai sultan menggantikan ayahnya. Begitu memegang kendali penuh pada pemerintahan Utsmani, Sultan Mehmed membenahi pemerintahan agar sesuai dengan visi besarnya untuk menaklukkan Konstantinopel. Dalam hal ini ia juga dibantu oleh Ishak Pasha, Zaganos Pasha, dan Saruja Pasha.
Setelah pemerintahan kuat, Sultanmulai melancarkan strategi penaklukannya. Pertama, memunculkan anggapan pada pihak Kristen Eropa bahwa ia bukanlah ancaman bagi mereka sehingga mereka menurunkan kewaspadaannya terhadap Utsmani. Kedua, membangun benteng Bogazkesen di seberang benteng Anadolu Hisari sehingga Selat Bosphorus dapat diamankan dan memutus hubungan Genoa dan Venesia dengan Byzantium. Walhasil, bantuan pasukan untuk Konstantinopel juga terputus. Ketiga, setelah semua persiapan rampung Sultan mulai melancarkan serangan ke Konstantinopel.
Tepat pada Jumat, 23 Maret 1453, Sultan Mehmed bertolak dari Edirne menuju Konstantinopel bersama pasukan artileri, kavaleri, dan invanterinya. Total 250.000 personil. Diantaranya yang terkenal adalah pasukan Yeniseri, Sipahi, Akinci, Azap, dan Bashi-bazouk.
Tanggal 6 April, pasukan Sultan tiba di dinding kota Konstantinopeldan melakukan persiapan kembali. 12 April, dilancarkanlah serangan pertama di lautan, namun sia-sia belaka. 18 April, serangan kedua kembali dilancarkan. Tak jauh berbeda dengan serangan pertama, pihak Konstantin berhasil menetralkan semua serangan. Penyerangan berkala terus dilakukan dengan pengawasan dari Sultan. Hingga pertengahan Mei, hampir seluruh teknik peperangan abad pertengahan telah dicoba berikut beberapa strategi bukan abad pertengahan. Walaupun telah memberikan pengaruh signifikan pada pihak bertahan, namun belum cukup untuk menghantarkan final blowpada Konstantinopel. Sultan Mehmed tidak putus asa, berbagai serangan kembali dilancarkan. Baru pada tanggal 27 Mei, semua pasukan diperintahkan untuk beristirahat selama dua hari dan bersiap-siap untuk serangan terakhir yang menentukan.
Saat itu Selasa, 29 Mei 1453 pukul 01.00 dini hari, tidak hanya menjadi klimaks antara Utsmani dan Byzantium, lebih daripada itu, ini adalah penentuan dan kompetisi antara salib dan sabit, clash between cross and crescent. Berbagai kisah heroic terjadi di tembok Mesoteichion, Istana Blachernae, dan Gerbang Militer II di selatan tembok barat. Serangan dari Laut Marmara dan Teluk Tanduk Emas pun tak kalah heroiknya. Serangan yang cepat dan terorganisir dari berbagai arah ini membuat pasukan bertahan kewalahan. Pasukan yang dipimpin Karaja Pasha berhasil memanjat tembok Istana Blachernae dan mengganti bendera St. Mark dengan bendera Utsmani.
Pada waktu yang sama, sikap kesatria juga ditunjukkan oleh prajurit Utsmani yang berbadan raksasa, Hasan Ulubat. Didampingi 30 tentara Yeniseri lain, dia mendobrak pertahanan pasukan bertahan, merangsek ke atas dengan segala daya dan upaya yang dimiliki, di tangannya terpasang bendera Utsmaniyang akan ia tancapkan di atas gerbang St. Romanus. Sementara pasukan bertahan menghabisi 17 rekannya, Hasan ulubat telah berhasil memancangkan bendera di atas gerbang. Melihat bendera Utsmani berkibar, Sultan segera berteriak pada seluruh pasukannya, “kota ini milik kita!”
Sinar matahari yang terbit di ufuk timur menjdai saksi atas penaklukkan Konstantinopel. Saat yang dinanti-nanti Sultan Mehmed telah tiba. Pasukan pembuka yang memasuki kota Konstantinopel telah memadamkan seluruh bentuk perlawanan dan mempersiapkannya untuk kedatangan Sultan. Untuk mencegah penjarahan dan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan syariat Islam, Sultan mengirim pengawal-pengawal pribadinya untuk menjaga gereja, rumah, dan tempat sipil di dalam kota. Setelah mengucapkan selamat kepada pasukannya, Sultan berkuda menuju gereja Hagia Sophia, landmark paling bergengsi di daratan Eropa. Lalu, berjalan beberapa langkah, bersujud kepada Allah, kemudian menumpahkan segenggam debu ke sorbannya sebagai rasa syukur dan kerendahan manusia di depan Allah. Kemudian, ia meminta kepada pendeta untuk menenangkan penduduk dan diperintahkan pulang ke rumah masing-masing dengan jaminan darinya. Sungguh sebuah kemuliaan yang tidak dimiliki oleh pasukan manapun.
Teriakan takbir berkumandang, merekam momen yang bersejarah dan fenomenal ini, hari dimana Sultan Mehmed mendapatkan gelar sebagai ahlu bisyarah, gelar mulia yang diperebutkan oleh orang-orang yang mulia. Al Fatih.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Se-kepinghati | Powered by Blogger
Blogged by Intan Evrt | Blogger Template by Se-kepinghati Corporation