Oleh: Muhammad Syaifullah
Mehmed II bin Murad
lahir di Edirne pada 29 Maret 1432 M, 8 tahun setelah pengepungan
Konstantinopel oleh ayahnya Murad II. Dikatakan bahwa ketika menunggu proses
kelahirannya, Murad II menenangkan dirinya dengan membaca Al Qur’an dan
lahirlah anak laki-laki ketiganya saat bacaannya sampai pada surat Al-Fath,
surat yang berisi janji-janji Allah akan kemenangan kaum Muslim.
Saat berumur dua
tahun, Mehmed dikirim bersama kakak tertuanya Ahmed ke Amasya, sebuah kota
tempat mempelajari pemerintahan bagi keluarga kesultanan. Mehmed dan
saudara-saudaranya dipersiapkan sejak usia dini untuk menjadi ghazi-ghazi yang terbaik demi mewujudkan
impian Ustman dan lisan Rasulullah SAW untuk menaklukkan Konstantinopel.
Empat tahun setelah
itu, Mehmed yang masih sangat belia diangkat menjadi gubernur Amasya menyusul
kematian tiba-tiba kakaknya Ahmed. Setelah dua tahun memimpin Amasya, Mehmed
bertukar tempat dengan Ali bin Murad untuk memimpin Manisa.
Mehmed telah
menghafalkan Al-Qur’an pada usia 8 tahun dibawah tempaan Syaikh Al-Kurani,
sedangkan mental seorang penakluknya ditanamkan oleh Syaikh Aaq Syamsuddin.
Keyakinan yang ditanamkan kedua Syaikh tersebut membawa pengaruh yang sangat
besar. Proyeksi bahwa dirinyalah penakluk Konstantinopel membawa suatu
inspirasi dan motivasi tak terbatas, digabungkan dengan watak dan kemauan
kerasnya dalam usia kurang dari 17 tahun Mehmed daapat menguasai bahasa Arab,
Turki, dan Persia. Ia juga fasih dalam percakapan berbahasa Prancis, Yunani,
Serbia, Hebrew, dan Latin. Ketertarikannya juga ditunjukkan dalam ilmu sejarah,
geografi, syair, seni, dan teknik terapan. Keahliannya dalam perang pun tidak
diragukan. Dari semua hal yang ada pada Mehmed II, tentu saja yang paling
mempesona adalah kedekatannya dengan Allah swt.
Mehmed satu-satunya
panglima yang selalu shalat berjamaah dan tidak pernah masbuq. Mehmed juga selalu menjaga shalat malamnya sebagai mahkota
diri dan shalat rawatib sebagai pedangnya. Kedua hal tersebut tidak pernah
dilewatkannya sejak baligh hingga
meninggal dunia.
Mehmed pernah diangkat
menjadi Sultan pada usia 12 tahun. Saat itu, Murad II ingin memastikan anaknya
dapat menjalankan tugas dengan baik semasa ia masih hidup dan memercayakan
pengawasannya pada Halil Pasha, wazir
kepercayaannya untuk mendidik anaknya tentang tugas-tugas sultan dan
kepemimpinan. Namun, Mehmed membuat kebijakan yang keliru yaitu penaklukan
Konstantinopel, padahal pada saat itu pemerintahan belum siap untuk melakukan
serangan karena banyaknya masalah internal pemerintahan. Halil Pasha yang
mengkuatirkan bahwa kebijakan Mehmed akan membawa gejolak kaum Kristen Eropa
segera melakukan sabotase terhadap kebijakan Mehmed dan menggugat Murad kembali
menjadi Sultan. Usaha Halil Pasha berhasil, sekali lagi pada tahun 1446, Murad
II menjadi sultan, sedangkan Mehmed kembali menjadi gubernur Manisa dalam
kondisi terhina dimata rakyat.
Mehmed tidaklah putus
asa, melainkan ia mempelajari sebab-sebab kegagalannya dalam pemerintahan dan
mempersiapkan strategi baru untuk menaklukkan konstantinopel dan terutama
mendekatkan dirinya kepada Allah. Sampai pemerintahan Murad II, Manisa menjadi
tempat penempaan Mehmed menjadi penakluk terbaik.Tujuh tahun di Manisa,Mehmed
berhasil membuktikan dirinya layak sebagai pemimpin. Terbukti dari
perang-perang yang diikutinya. Salah satunya perang Kosovo.
Februari 1451, Murad
II menutup usia. Halil Pasha meminta Mehmed segera ke Edirne untuk penobatannya
sebagai sultan menggantikan ayahnya. Begitu memegang kendali penuh pada
pemerintahan Utsmani, Sultan Mehmed membenahi pemerintahan agar sesuai dengan
visi besarnya untuk menaklukkan Konstantinopel. Dalam hal ini ia juga dibantu
oleh Ishak Pasha, Zaganos Pasha, dan Saruja Pasha.
Setelah pemerintahan
kuat, Sultanmulai melancarkan strategi penaklukannya. Pertama, memunculkan
anggapan pada pihak Kristen Eropa bahwa ia bukanlah ancaman bagi mereka
sehingga mereka menurunkan kewaspadaannya terhadap Utsmani. Kedua, membangun
benteng Bogazkesen di seberang benteng Anadolu Hisari sehingga Selat Bosphorus
dapat diamankan dan memutus hubungan Genoa dan Venesia dengan Byzantium.
Walhasil, bantuan pasukan untuk Konstantinopel juga terputus. Ketiga, setelah
semua persiapan rampung Sultan mulai melancarkan serangan ke Konstantinopel.
Tepat pada Jumat, 23
Maret 1453, Sultan Mehmed bertolak dari Edirne menuju Konstantinopel bersama
pasukan artileri, kavaleri, dan invanterinya. Total 250.000 personil.
Diantaranya yang terkenal adalah pasukan Yeniseri, Sipahi, Akinci, Azap, dan
Bashi-bazouk.
Tanggal 6 April,
pasukan Sultan tiba di dinding kota Konstantinopeldan melakukan persiapan
kembali. 12 April, dilancarkanlah serangan pertama di lautan, namun sia-sia
belaka. 18 April, serangan kedua kembali dilancarkan. Tak jauh berbeda dengan
serangan pertama, pihak Konstantin berhasil menetralkan semua serangan.
Penyerangan berkala terus dilakukan dengan pengawasan dari Sultan. Hingga
pertengahan Mei, hampir seluruh teknik peperangan abad pertengahan telah dicoba
berikut beberapa strategi bukan abad pertengahan. Walaupun telah memberikan
pengaruh signifikan pada pihak bertahan, namun belum cukup untuk menghantarkan final blowpada Konstantinopel. Sultan
Mehmed tidak putus asa, berbagai serangan kembali dilancarkan. Baru pada
tanggal 27 Mei, semua pasukan diperintahkan untuk beristirahat selama dua hari
dan bersiap-siap untuk serangan terakhir yang menentukan.
Saat itu Selasa, 29
Mei 1453 pukul 01.00 dini hari, tidak hanya menjadi klimaks antara Utsmani dan
Byzantium, lebih daripada itu, ini adalah penentuan dan kompetisi antara salib
dan sabit, clash between cross and
crescent. Berbagai kisah heroic terjadi di tembok Mesoteichion, Istana Blachernae,
dan Gerbang Militer II di selatan tembok barat. Serangan dari Laut Marmara dan
Teluk Tanduk Emas pun tak kalah heroiknya. Serangan yang cepat dan terorganisir
dari berbagai arah ini membuat pasukan bertahan kewalahan. Pasukan yang
dipimpin Karaja Pasha berhasil memanjat tembok Istana Blachernae dan mengganti
bendera St. Mark dengan bendera Utsmani.
Pada waktu yang sama,
sikap kesatria juga ditunjukkan oleh prajurit Utsmani yang berbadan raksasa,
Hasan Ulubat. Didampingi 30 tentara Yeniseri lain, dia mendobrak pertahanan
pasukan bertahan, merangsek ke atas dengan segala daya dan upaya yang dimiliki,
di tangannya terpasang bendera Utsmaniyang akan ia tancapkan di atas gerbang
St. Romanus. Sementara pasukan bertahan menghabisi 17 rekannya, Hasan ulubat
telah berhasil memancangkan bendera di atas gerbang. Melihat bendera Utsmani
berkibar, Sultan segera berteriak pada seluruh pasukannya, “kota ini milik
kita!”
Sinar matahari yang
terbit di ufuk timur menjdai saksi atas penaklukkan Konstantinopel. Saat yang dinanti-nanti
Sultan Mehmed telah tiba. Pasukan pembuka yang memasuki kota Konstantinopel
telah memadamkan seluruh bentuk perlawanan dan mempersiapkannya untuk
kedatangan Sultan. Untuk mencegah penjarahan dan tindakan-tindakan yang tidak
sesuai dengan syariat Islam, Sultan mengirim pengawal-pengawal pribadinya untuk
menjaga gereja, rumah, dan tempat sipil di dalam kota. Setelah mengucapkan
selamat kepada pasukannya, Sultan berkuda menuju gereja Hagia Sophia, landmark
paling bergengsi di daratan Eropa. Lalu, berjalan beberapa langkah, bersujud
kepada Allah, kemudian menumpahkan segenggam debu ke sorbannya sebagai rasa
syukur dan kerendahan manusia di depan Allah. Kemudian, ia meminta kepada
pendeta untuk menenangkan penduduk dan diperintahkan pulang ke rumah masing-masing
dengan jaminan darinya. Sungguh sebuah kemuliaan yang tidak dimiliki oleh
pasukan manapun.
Teriakan takbir
berkumandang, merekam momen yang bersejarah dan fenomenal ini, hari dimana
Sultan Mehmed mendapatkan gelar sebagai ahlu
bisyarah, gelar mulia yang diperebutkan oleh orang-orang yang mulia. Al Fatih.
0 komentar:
Posting Komentar