Minggu, 22 Maret 2015

Pakai Kawat Gigi dalam Islam, Boleh Nggak, Ya?

Catatan Unknown pada 3:32 PM

Kawat gigi semakin trend di kalangan muda saat ini. Pertama kali ditemukan kawat gigi masih kurang menarik masyarakat, karena bentuknya yang aneh. Dengan berkembangnya zaman, teknologi kesehatan gigi dan mulut khususnya bidang orthodontik, berkembanglah alat yang biasa disebut behel oleh masyarakat. Behel gigi dalam bahasa kedokteran disebut dental braces atau orthodontic braces, yaitu alat yang digunakan pada bidang kedokteran gigi untuk memperbaiki susunan gigi yang tidak teratur.

Gimana sih perkembangan kawat gigi ini?
Pada awalnya, Celcus mengemukakan teori “ gigi dapat digerakkan dengan memberikan tekanan dengan tangan” pada tahun 25 SM. Peralatan sederhana yang didesain untuk mengatur gigi geligi telah ditemukan oleh para arkeolog di makam-makam kuno bangsa Mesir, Yunani, dan Suku Maya di Meksiko. Perkembangan besar behel ini dimulai setelah seorang Dokter dari Prancis, Pierre Fauchard, menerbitkan buku mengenai cara untuk meluruskan gigi yang berjudul “The Surgeon Dentist”. Di awal tahun 1900-an, behel gigi sangat mahal karena terbuat dari emas dengan kisaran 14-18 karat. Dari tahun ketahun sistem behel dikembangkan oleh para ahli mulai dari menggunakan bahan emas, platinum, perak, baja, karet gusi, dan kadang-kadang kayu, gading, seng, tembaga. Untuk kadar emasnyapun mulai dari 14 sampai dengan 18 karat sampai dengan plastik yang dipakai terutama di malam hari, atau hanya beberapa jam setiap hari.
Pemasangan kawat gigi atau behel sebenarnya diperuntukkan bagi orang-orang yang bermasalah dengan penampilan giginya, atau dalam bahasa medis disebut persoalan orthodontik seperti posisi gigi yang tonggos, tidak rata,bertumpuk, jarang-jarang, dan sebagainya yang diakibatkan oleh berbagai faktor penyebab. Dilihat dari segi kesehatan, contohnya, gigi yang bertumpuk akan menyulitkan pembersihan plak dan sisa makanan, sehingga meningkatkan risiko terjadinya gigi berlubang dan peradangan gusi. Dari alasan itulah diambil tindakan untuk melakukan perawatan dengan kawat gigi. Dari segi fungsional, dapat dijelaskan bahwa salah satu fungsi gigi adalah untuk membantu proses pencernaan. Kondisi gigi yang bertumpuk akan mempengaruhi kualitas gigitan. Jika kualitas gigitan jelek, maka akan mempengaruhi proses mengunyah makanan yang dapat menyebabkan gangguan pencernaan. Karena makanan dengan kualitas kunyahan yang tidak baik akan mengganggu kinerja lambung.
Tujuan pemasangan kawat gigi menurut pakar orthodontik drg. Tri Hardani, SpOrt, Kepala Departemen Klinik Lembaga Kedokteran Gigi TNI-AL RE Martadinata Jakarta, dan sebagaimana dikemukakan para dokter gigi yang menangani masalah orthodonsi bahwa perawatan orthodonti tidak terlepas dari nuansa keharmonisan wajah yang melibatkan gigi geligi, tulang muka, serta jaringan lunak wajah. Tapi, estetika itu hanya salah satu tujuan orthodontik ini. Adapun tujuan lainnya adalah mengembalikan fungsi pengunyahan menjadi normal kembali.
Akhir-akhir ini, behel gigi tidak hanya digunakan sebagai alat kesehatan, namun menjadi  trend atau lifestyle. Orang-orang bergigi normal, ikut meggunakan behel agar lebih percaya diri Ditambah lagi behel gigi tersedia dalam berbagai warna serta dilengkapi berbagai bentuk aksesoris yang dapat diilih. Hal itu menambah peminat behel gigi. Bahkan sering pemasangan behel bukan di tempat dokter gigi melainkan hanya di tukang gigi.
Ternyata penggunaan behel gigi tanpa indikasi ini dapat menyebabkan beberapa hal berikut, yaitu:
1.    Gigi Menjadi Goyah
Memasang kawat pada gigi membuat tulang yang berfungsi menyangga gigi mengikuti kawat yang mencekat gigi di atasnya. Hal tersebut dapat menyebabkan gigi terasa nyeri dan mudah goyang karena tulang yang sudah beralih fungsi.
2.    Kebersihan Gigi tidak Terjaga
Biasanya makanan yang dikunyah melalui gigi yang berkawat akan sering tertinggal di sela-sela bracket (yang menempel pada gigi dan membentuk gigi-gigi) dan kawat. Perlu ketelitian untuk membersihkan makanan tersebut dari kawat dan bracket ini. Akibat dari sisa makanan yang menempel pada gigi salah satunya dapat menimbulkan bau mulut.
3.    Sarang Bakteri
Sisa makanan yang menyebabkan kebersihan gigi tak terjaga menjadikan sarang dari bakteri. Kuman dan bakteri sangat mudah sekali terselip di kawat dan dapat berkembang biak dengan mudah. Disarankan bagi pemakai behel hendaklah selalu rajin memakai obat kumur.
4.    Susunan Gigi Menjadi Berantakan
Banyak para pemakai behel yang memasang behel bukan di tempat dokter gigi melainkan hanya di tukang gigi. Tukang gigi tidaklah memiliki izin untuk memasang behel. Pemasangan behel secara asal-asalan dapat merubah susunan gigi yang sebelumnya sudah bagus menjadi berantakan. Hal ini terjadi akibat gigi yang mengikuti arah kawat yang terpasang.
5.    Penularan Penyakit
Pemasangan behel di tukang gigi yang tidak memiliki izin biasanya memang relatif murah. Hal inilah yang membuat orang berminat untuk memasang behel disana. Tapi biasanya alat-alat yang digunakan oleh tukang gigi tersebut belum terjamin kebersihannya.
Nah, bagaimana dalam syari’at Islam mengeai hal ini, boleh atau tidak, bagaimana status hukumnya?
Hukum asalnya merubah sesuatu yang Allah ciptakan pada diri seseorang adalah dilarang, berdasarkan firman Allah: “dan pasti akan kusesatkan mereka, dan akan kubangkitkan angan-angan kosong pada mereka, dan akan kusuruh mereka memotog telinga-telinga binatang ternak, (lalu mereka benar-benar memotongnya), dan akan aku suruh mereka mengubah ciptaan Allah, (lalu mereka benar-benar mengubahnya). Barang siapa menjadikan setan sebagai pelindung selain Allah, maka sungguh, dia menderita kerugian yang nyata.” (Q.S. An-Nisa’ : 119.
Rasulullah SAW bersabda, “Allah telah mengutuk orang-orang yang membuat tato dan orang yag minta dibuatkan tato, orang-orang yang mencabut bulu mata, orang-orang yang minta dicabut bulu matanya, da orang-orang yang merenggangkan gigi demi kecantikan yag merubah ciptaan Allah.” (H.R. Muslim).
Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadist dari Ibnu Mas’ud, ia mendengar Rasulullah SAW melaknat perempuan yang mecabut alisnya, menata giginya agar terlihat lebih indah yang mereka itu merubah ciptaan Allah.
Firman Allah SWT dan hadist Rasulullah SAW ini merupakan penjelasan bagi umat Islam bahwasanya setiap perbuatan yang berkenaan mengubah sesuatu bentuk jasmani tanpa ada alasan yang jelas dan yang dibenarkan oleh syari’at Islam hukumnya haram dan merupakan bujuk rayu setan kepada umat manusia.
Walaupun sedemikian keras peringatan Allah SWT dan Rasul-Nya, tetap ada batasan-batasan darurat yang membolehkannya. Darurat dalam kategori syari’at yaitu gigi yang ompong atau gingsul, kondisi yang perlu diubah karena sulit mengunyah makanan atau sulit berbicara, dll. Dalil mengenai hal ini adalah ‘Arjafah bin As’ad ra, ia mengatakan, “Hidungku terpotong pada Perang Kullab di masa jahiliyah, aku pun menggantikannya dengan daun, tetapi daun itu bau sehingga menggangguku, lalu Rasulullah SAW menyuruhku menggantinya dengan emas.” (H.R. Tirmidzi, An-Nasai, dan Abu Dawud). Perintah Rasuullah SAW kepada ‘Arjafah untuk memperbaiki hidungnya dengan emas merupakan dalil bolehnya memperbaiki gigi. Adapaun memperbaiki gigi yang cacat, maka tidak ada larangan untuk menatanya agar hilang cacatnya.
Syaikh Ibnu Utsaimin pernah ditanya, “Apa hukumnya memperbaiki gigi?” Syaikh menjawab, “Memperbaiki gigi ini dibagi menjadi dua kategori:
Pertama, jika tujuannya supaya bertambah cantik atau indah, maka ini hukumnya haram. Nabi SAW melaknat wanita yang menata giginya agar terlihat lebih indah yang merubah ciptaan Allah. Padahal seorang wanita membutuhkan hal demikian untuk estetika atau bentuk keindahan di kehidupan sehari-hari. Untuk seorang laki-laki dalam masalah ini adalah lebih keras ia dilarang daripada wanita. Namun cukuplah ia memperbaiki giginya jika memang ada kerusakan. Hukum ini berlaku bagi laki-laki dan perempuan.
Kedua, jika seseorang memperbaikinya karena ada cacat dan tersebab oleh suatu kerusakan seperti patah, busuk, ompong, dan lain sebagainya, maka tidaklah mengapa ia melakukannya. Cacat tersebut membuat orang merasa jijik untuk melihatnya serta ia sendiri merasa susah untuk makan misalnya. Maka pada keadaan yang demikian, dimaklumi dan dibolehkan untuk memperbaikinya. Hal ini dikategorikan sebagai menghilangkan bentuk cacat atau kerusakan, dan bukanlah termasuk pada kategori niat menambah keindahan dan kecantikan. Dasar dalilnya, Nabi SAW memerintahkan ‘Arjafah yang hidungnya terpotong agar menggantinyya dengan hidung palsu dari emas. Yang demikian ini termasuk menghilangkan cacat bukan untuk mempercantik diri.
Allahu a’lam...

0 komentar:

Posting Komentar

 

Se-kepinghati | Powered by Blogger
Blogged by Intan Evrt | Blogger Template by Se-kepinghati Corporation