Jumat, 27 Maret 2015

Islam di Korea Selatan

Catatan Unknown pada 4:04 PM

Assalamualaikum Seoul! Annyeonghaseyo!
Ikhwah, sedikit atau banyak pasti sudah tahu tentang betapa gencarnya Korea Selatan mempromosikan negaranya, kebudayaannya, dan dunia hiburannya yang semakin mendunia. Mulai dari pakaian tradisional Hanbok-nya yang anggun dan sopan, makanannya yang menggugah selera, sampai para aktor dramanya yang menuai fans di seluruh dunia. Semua yang tampak di permukaan itu adalah gambaran mayoritas dari kehidupan masyarakat Korea yang umumnya dunia sudah tahu. Bagaimana dengan gambaran minoritasnya? Misalnya, sebagai seorang muslim, pernahkah kita memikirkan saudara kita yang hidup sebagai kaum superminoritas di negara ini?

Ada banyak sekali kebudayaan Korea yang berlawanan dengan syariat Islam, misalnya kebiasaan minum alkohol dan makan daging babi. Ini merupakan tantangan tersendiri bagi mereka. Yu Hyun Il, satu dari 35.000 muslim Korea, yang merupakan Presiden dari Islamic Student Associating Hankook University mengatakan bahwa aturan makan dalam Islam adalah hal yang paling sulit baginya. Sebagai masyarakat Korea merasa sulit untuk tidak makan daging babi. Dan juga kita sebagai muslim hanya diperbolehkan memakan daging yang dimasak sesuai dengan syariat islam. Ketika berada di restoran, ia hanya punya sedikit pilihan karena harus menimbang komposisi atau bumbu yang dipakai dalam makanan tersebut.
Larangan untuk meminum alkohol juga menjadi hal yang sulit untuk mereka hindari. Sebagaimana yang kita tahu, minum alkohol atau soju adalah salah satu kebudayaan yang paling kental di korea dan sebagai pengakrab diantara mereka. Bahkan ada istilah, the truth is come from the bottle, seseorang cenderung mengatakan kebenaran disaat mereka mabuk karena minum. Ketika teman temannya pergi keluar untuk minum, mereka meninggalkannya sendiri. Kalau pun ia ikut, dengan tidak minumnya ia justru membuat suasana menjadi aneh, tutur Hyun Il.
Namun berbeda dengan Hyun Il, seorang pebisnis berusia 51 tahun ini mengatakan ia tetap minum satu atau dua kali. "Kau tak pernah bisa melakukan bisnis disini tanpa minum", katanya.
Begitu pula dengan Hanna Bae. Sebagai seorang muslim yang jumlahnya bahkan tak sampai 1% dari total penduduk Korea, lifestyle mereka yang jauh berbeda membuat mereka lebih mencolok dari yang lainnya. Saat melaksanakan shalat lima waktu dan berangkat ke mesjid, beberapa temannya akan menatapnya dengan aneh dan menganggap hal itu luar biasa. Bahkan terkadang ada beberapa orang yang memotretnya saat ia mengenakan hijab di subway. Meskipun sedikit risih, ia tetap bangga dengan hijab yang dipakainya tersebut.
Meskipun begitu, Lee Ju Hwa, direktur dari Departemen Da'wah dan Edukasi Korean Muslim Federation menuturkan sebelumnya di forum online banyak sekali orang orang yang menghujat mereka. Namun kini banyak dari mereka yang mulai membuka hati dan melihatnya secara objektif bahwa perbedaan adalah hal yang wajar. Akhir akhir ini juga banyak dilakukan debat perbandingan agama tentang Islam yang berkemungkinan akan semakin meningkatkan jumlah kaum muslim di Korea.
Begitulah ikhwah, "neomu himdeuro", hidup sebagai muslim di Korea adalah hal yang sulit, tapi bagaimanapun mereka tetap keukeuh dan bangga akan pilihannya. Karena mereka yakin sesulit apapun keadaannya, Allah tak akan pernah meninggalkan mereka. Ini hanya salah satu potret dari Muslim tentang bagaimana ia mempertahankan keimanan mereka di kondisi yang tidak memungkinkan. Semoga Allah selalu melindungi kalian, saudaraku. Lalu bagaimana dengan kita yang hidup di tanah air ini sebagai kaum mayoritas? Masihkan kita merasa tega dan tidak bersyukur dengan cara tidak beribadah dan tidak menghadap-Nya lebih intens dari mereka? 

0 komentar:

Posting Komentar

 

Se-kepinghati | Powered by Blogger
Blogged by Intan Evrt | Blogger Template by Se-kepinghati Corporation