Oleh: Zahara Bunga Hadikusuma
Ikhwah, sedikit atau banyak pasti
sudah tahu tentang betapa gencarnya Korea Selatan mempromosikan negaranya,
kebudayaannya, dan dunia hiburannya yang semakin mendunia. Mulai dari pakaian
tradisional Hanbok-nya yang anggun
dan sopan, makanannya yang menggugah selera, sampai para aktor dramanya yang menuai
fans di seluruh dunia. Semua yang
tampak di permukaan itu adalah gambaran mayoritas dari kehidupan masyarakat
Korea yang umumnya dunia sudah tahu. Bagaimana dengan gambaran minoritasnya?
Misalnya, sebagai seorang muslim, pernahkah kita memikirkan saudara kita yang
hidup sebagai kaum superminoritas di negara ini?
Ada banyak sekali kebudayaan
Korea yang berlawanan dengan syariat Islam, misalnya kebiasaan minum alkohol
dan makan daging babi. Ini merupakan tantangan tersendiri bagi mereka. Yu Hyun
Il, satu dari 35.000 muslim Korea, yang merupakan Presiden dari Islamic Student Associating Hankook
University mengatakan bahwa aturan makan dalam Islam adalah hal yang paling
sulit baginya. Sebagai masyarakat Korea merasa sulit untuk tidak makan daging
babi. Dan juga kita sebagai muslim hanya diperbolehkan memakan daging yang
dimasak sesuai dengan syariat islam. Ketika berada di restoran, ia hanya punya
sedikit pilihan karena harus menimbang komposisi atau bumbu yang dipakai dalam
makanan tersebut.
Larangan untuk meminum alkohol
juga menjadi hal yang sulit untuk mereka hindari. Sebagaimana yang kita tahu,
minum alkohol atau soju adalah salah
satu kebudayaan yang paling kental di korea dan sebagai pengakrab diantara
mereka. Bahkan ada istilah, the truth is
come from the bottle, seseorang cenderung mengatakan kebenaran disaat
mereka mabuk karena minum. Ketika teman temannya pergi keluar untuk minum,
mereka meninggalkannya sendiri. Kalau pun ia ikut, dengan tidak minumnya ia
justru membuat suasana menjadi aneh, tutur Hyun Il.
Namun berbeda dengan Hyun Il,
seorang pebisnis berusia 51 tahun ini mengatakan ia tetap minum satu atau dua
kali. "Kau tak pernah bisa melakukan bisnis disini tanpa minum",
katanya.
Begitu pula dengan Hanna Bae.
Sebagai seorang muslim yang jumlahnya bahkan tak sampai 1% dari total penduduk
Korea, lifestyle mereka yang jauh
berbeda membuat mereka lebih mencolok dari yang lainnya. Saat melaksanakan
shalat lima waktu dan berangkat ke mesjid, beberapa temannya akan menatapnya
dengan aneh dan menganggap hal itu luar biasa. Bahkan terkadang ada beberapa
orang yang memotretnya saat ia mengenakan hijab di subway. Meskipun sedikit risih, ia tetap bangga dengan hijab yang
dipakainya tersebut.
Meskipun begitu, Lee Ju Hwa,
direktur dari Departemen Da'wah dan Edukasi Korean Muslim Federation menuturkan
sebelumnya di forum online banyak
sekali orang orang yang menghujat mereka. Namun kini banyak dari mereka yang
mulai membuka hati dan melihatnya secara objektif bahwa perbedaan adalah hal
yang wajar. Akhir akhir ini juga banyak dilakukan debat perbandingan agama
tentang Islam yang berkemungkinan akan semakin meningkatkan jumlah kaum muslim
di Korea.
Begitulah ikhwah, "neomu himdeuro", hidup sebagai muslim di Korea adalah hal yang
sulit, tapi bagaimanapun mereka tetap keukeuh dan bangga akan pilihannya.
Karena mereka yakin sesulit apapun keadaannya, Allah tak akan pernah
meninggalkan mereka. Ini hanya salah satu potret dari Muslim tentang bagaimana
ia mempertahankan keimanan mereka di kondisi yang tidak memungkinkan. Semoga
Allah selalu melindungi kalian, saudaraku. Lalu bagaimana dengan kita yang
hidup di tanah air ini sebagai kaum mayoritas? Masihkan kita merasa tega dan tidak
bersyukur dengan cara tidak beribadah dan tidak menghadap-Nya lebih intens dari
mereka?
0 komentar:
Posting Komentar