Kamis, 28 November 2013

Sakit Akut dan Kronik

Catatan Unknown pada 7:38 AM 0 komentar
Dalam cerpen-cerpen, novel-novel, dan kehidupan sehari-hari, seringkali saya temui penggunaan yang salah untuk kata akut dan kronik ini. Umumnya dua kata ini diindikasikan untuk penyakit yang sudah parah oleh orang awam. Padahal belum tentu juga semua penyakit akut ataupun kronik digunakan dalam penyakit-penyakit yang sudah diambang kematian.
Nah, apa itu akut dan kronik?

Menurut KBBI:
akut a 1 timbul secara mendadak dan cepat memburuk (tt penyakit); 2 memerlukan pemecahan segera; mendesak (tt keadaan atau hal); gawat: penyediaan air bersih menjadi masalah yg --; 3 kurang dr 90o (tt sudut): sudut -- 
kro·nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yg berhubungan dng waktu 
Nah, dari KBBI dapat disimpulkan, bahwa akut maupun kronik bukan berarti parah. Akut merupakan penyakit yang progressnya cepat. Bisa jadi timbul mendadak, gejala berat, namun sembuhnya juga cepat. Atau jika penyakit tersebut parah, kemungkinan meninggalnya lebih cepat.

Sementara kronik, merupakan penyakit yang perlahan-lahan, bisa jadi tidak diketahui kapan mulai sakitnya karena gejalanya dimulai dari gejala yang sangat ringan dan sering diabaikan, namun perlahan-lahan perjalanan penyakit, gejala akan semakin berat. Sembuhnya lama, dan jika parah, proses kematiannya juga lama.

Jadi, jangan salah-salah dalam menggunakan dua kata ini, ya :)

Senin, 25 November 2013

Begitu Kecil

Catatan Unknown pada 1:44 PM 0 komentar

Sekali lagi menguap, ya, menguap. Masih dengan sedikit nyawa aku perlahan duduk bangun dari tidur panjangku. Kulihat arah ventilasi, sinar mentari berebut masuk memanasi lantai kamarku.

Aah, sudah siang.

Aku pun berdiri, menghampiri jendela dan membuka tirainya. Silau cahaya menerpa mataku hingga mengejap ngilu. Segera kututup lagi. Kukucek-kucek mataku.

Setengah jam kemudian, aku telah selesai mandi dan berpakaian. Sebelum itu, aku perlu sarapan pagi. Kusuap sesendok dua sendok nasi, berlaukkan ikan goreng.

Selesai makan, HP berdering. Kuangkat, telpon dari orangtuaku di kampung. Alangkah senangnya mendapati pujian-pujian manis, karena sampai detik ini akulah satu-satunya anak mereka yang berhasil kuliah ke kota, dari enam bersaudara. empat kakakku tak hendak melanjutkan sekolah, SMA saja kacau. Tinggallah adikku, Si Bungsu, yang masih menjalani masa SMA. Itupun nilai raport hampir semuanya merah.

Apalagi unggulnya diriku di kampus. Nilai ujian A, praktikum A, rajin sholat, rajin menyapa dosen, hidup teratur, belajar selalu. Apa lagi yang kurang.

Butir-butir nasipun habis, aku kemudian berdiri, menuju pintu. Perlahan, kubuka pintu dan kulangkahkan kaki keluar. Tapi, siang ini terasa berbeda. Terik mentari jauh lebih bersahabat. Pohon-pohon rindang berbaris ditepi jalan, menyapa pejalan kaki. Sejak kapan tumbuhnya? Dan aku takjub, ketika buah-buahan menjuntai dari rantingnya, bisa langsung dipetik dan dipilih sesuka hati. Satu pohon menghasilkan bermacam-macam buah. Apel, mangga, jeruk, sawo, hmmm....

Hey, aspal ini, mengapa lunak? Seperti dilapisi karpet lembut. Orang yang terhempas dari motorpun tak akan luka karenanya.

Aku berjalan lagi, berjalan dan berjalan, menuju kampus. Tiba-tiba sebuah benda melaju hampir menabrakku. Membuatku kaget setengah mati. Sekilas, kupikir itu motor. Tapi, benda itu melajang, dua jengkal diatas aspal. Tanpa asap, tanpa polusi. Mainan baru semacam apa itu. Dan selang beberapa detik kemudian, puluhan lagi benda semacam itu berseliweran. Adapula yang menyerupai mobil.

Masih kulanjutkan perjalanan, lagi-lagi aku dikagetkan oleh hal aneh. Ubin penyebrang jalan. Ya, begitulah yang kubaca di papan namanya. Orang-orang dengan santai menginjakkan kaki mereka di salah satu ubin 1 x 1 meter yang berjejer, lalu ubin itu meninggi, perlahan, membawa mereka ke sebrang jalan. Seimbang sempurna!!! Satupun tidak ada yang jatuh ke bawah.

Dengan perasaan yang bingung, masihkah aku di bumi, akhirnya sampai juga aku di gerbang kampus. Tapi pagar yang menjadi jalan masuk satu-satunya menjadi sepuluh kali lebih tinggi. Dan kali ini, tertutup. Bagaimanalah caraku bisa masuk jika begitu. Kuperhatikan orang-orang, melangkah ke pinggir gerbang, berdiri di depan sebuah layar hijau, yang dari sana keluar cahaya scanner yang membaca mata orang di depannya. Di layar, akan terpampang nama, angkatan, fakultas, dan jurusan orang tersebut. Kucoba pula, tersebutlah identitasku disana. Gerbang pun terbuka, untukku.

Aku masuk, dan kulihat semu, sebuah poster besar menyambut. Disana terpampang empat foto yang tidak asing lagi bagiku. Pertama, kakakku yang pertama, Nurijah, seorang petani. Kemudian, abangku, Soekiman, seorang kuli. Disampingnya, abangku lagi, Tresno, seorang montir bengkel kampung. Terakhir, kakak perempuan diatasku, Suhartini, seorang penjaga warnet. Disana tertulis kata-kata seminar eksklusif, berkarya untuk negri.

Apa pula ini, membuatku semakin heran dan semakin heran saja. Kuputuskan untuk mengingat dengan baik jam seminarnya, dan sepulang kuliah kuputuskan untuk mengikuti acara tersebut.

Kata demi kata kudengar, ternyata mereka berempat telah berinovasi. Mulai dari rasa peduli terhadap negri, cita-cita membangun peradaban yang lebih baik, hingga ide-ide yang dipaksakan muncul. Tak perlu nilai A sepertiku, tak perlu ijazah, cukup dengan tekad yang kuat dan keyakinan. Semangat belajar tak harus diukur dari kuliah tak kuliah. Ternyata, walau tak berkesempatan kuliah, mereka tetap giat, mendalami ilmu masing-masing, mencuri buku yang telah dibuang, dan membaca journal-journal. Dan yang terpenting adalah, keinginan untuk menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain.

Di akhir seminar, dihadirkan seorang wanita baya yang menangis haru, Ibu. Mereka berpelukan. Kemudian datang seorang anak laki-laki dengan seragam SMA naik ke panggung, ikut berpelukan.

Hatiku tiba-tiba menjadi perih. Ingin rasanya aku juga naik keatas panggung. Tapi aku telah lama tertidur. Kupikir, akulah yang hebat, paling juara. Namun aku belajar untuk diriku sendiri. Aku beramal untuk masa depanku sendiri. Sementara mereka, tak perlu embel-embel gelar, namun bergerak untuk masyarakat luas.

Aah, aku benar-benar telah lama tertidur, ternyata aku begitu kecil.

Padang, 24 November 2013

Jumat, 22 November 2013

Rutin Beramal Mesti Sedikit Lebih Disukai Allah SWT

Catatan Unknown pada 1:39 PM 0 komentar
Lagi, dari selebaran kece di kampus~

Buah Mangga - Sayang Ayah Part 1

Catatan Unknown pada 11:03 AM 0 komentar

Terkadang kita terlalu fokus pada hal-hal yang besar sehingga menyepelekan hal-hal remeh. Apalagi soal cinta, lebih dirasai jika cinta itu terbukti dalam kejadian-kejadian yang spesial. Namun, bukan berarti cinta tidak mengalir dalam keseharian. Hanya saja kadang kita tidak menyadari dalam hal kecil ada cinta yang besar.

Ya, keseharian, yang sangking seringnya terjadi malah membuat kita terlupa. Yang tidak diabadikan dalam foto dan video.

Cerita ini juga merupakan kegiatan keseharian walau tidak juga dikategorikan dalam rutinitas.

Suatu hari, aku pulang dari asrama dan menikmati libur di rumah. Ayah sengaja menyisakan satu buah mangga dari hasil panen pohon mangga depan rumah untukku. Hanya satu memang. Namun karena sudah dasarnya pemalas, aku tak jua kunjung mengupas mangga itu. Sehari di kulkas, dua hari di kulkas, dan tersembunyi.

Lho!?

Ya, tersembunyi. Karena ayah berpikir jika mangga itu didapati adikku yang kecil, nanti dia minta dan tidak ada lagi bagian untukku.

Hari ketiga aku di rumah. Siang yang panas, aku asyik menonton TV di ruang tengah ketika ayah tiba-tiba datang dengan mangga itu, pisau, dan mangkuk. Alangkah malunya (sebagai anak perempuan) ayah kemudian mengupasi mangga itu dan menyuruhku memakannya sambil berkata, "Makanlah, nanti kelihatan sama adek, uni ngga dapat lagi."

Ketika itu aku hanya nyengir dan langsung melahap mangga yang manis dan nikmat itu. Nyammiiii....

Sepele sekali mungkin. Dan bukan sekali dua kali ayah melakukan hal demikian untukku. Bagiku itu adalah bentuk kasih sayang ayah yang tak terhingga.

Aku bukan pecinta mangga. Karena itulah aku malas mengupasnya. Ayah pun tahu aku malas mengupas kulitnya. Namun ayah dengan segala cintanya ingin aku juga menikmati mangga itu seperti adik-adikku. Menikmati apa yang kemarin-kemarin sempat dinikmatinya. Menikmati segarnya hasil pohon kami dan bergizinya buah-buahan.

2 Hari sebelum ulang tahun ayah, 22 November 2013

Sabtu, 16 November 2013

Media Sosial, Meruntuhkan Dinding Pemisah

Catatan Unknown pada 11:12 PM 0 komentar
Biar satu rumah kontrakan terkadang chat facebook lebih afdhol untuk menyelesaikan kesalah pahaman.

Biar kamar bersebelahan line lebih dipilih ketimbang keluar sebentar.

Biar kamar berhadapan sms-an lebih asyik daripada bersahut-sahutan.

Biar ruang tengah bisa jadi tempat berkumpul grup whatsapp lebih seru dijadikan tempat nangkring bersama.

Ya, itulah susahnya jika kamar-kamar dipisahkan dengan dinding yang tak bisa ditembus jasad, sehingga sinyal jadi lebih penting dibanding getaran suara~

Ckckck... jaman sekarang, sih media sosial meraja~


*Balada aku, Alifa, dan Dya, 3 anak cantik yang terjebak di dunia maya.

Selasa, 12 November 2013

Ayo Like CORRINA finalis Unand Award X

Catatan Unknown pada 10:03 PM 0 komentar

Jadikan Corrina finalis favoritmu!!!
Like foto dan video youtube untuk mendukung Corrina menjadi Most Favorite dalam ajang Unand Award X
Ayoo.... Tunggu apa lagi!!!

Youtube: Klik disini

Sabtu, 09 November 2013

Di Pasar Raya part II

Catatan Unknown pada 11:38 PM 0 komentar

Ini adalah kali kelimanya selama kuliah aku berbelanja di Pasar Raya. Kali ini tujuanku adalah membeli rok, mengingat beberapa rokku tak lagi layak pakai. Aku meminta Alifa, teman satu kosku untuk menemaniku. Disamping agak gimana gitu kalau di pasar sendirian, aku juga berharap Alifa mau membantuku menawar harga. Maklum lah, aku termasuk golongan cupu dalam perihal belanja. Biasanya kalau mau beli baju aku lebih memilih telpon orangtua, minta dikirimin paket baju. Toh aku juga tidak terlalu peduli dengan mode, yang penting bisa dipakai.

Nah, setelah kuliah pengantar selesai, pergilah kami siang itu dengan angkot. Setibanya di Pasar Raya, aku (sadar) menjadi 100% cupu. Bengong dan berjalan setengah langkah di belakang Alifa, takut salah-salah. Baik salah jalan, salah lewat, salah hati, *eeh...

Karena tujuan kami adalah "ROK", maka kami memasuki area pasar yang lebih teduh. Disana terdapat banyak lapak. Yang pertama kali terlihat adalah sebuah ruko yang menjual pakaian wanita. Mataku langsung tertuju pada rok levis, mengingat size tubuhku yang agak le***, jadi rok-rok biasa sepertinya tidak mu*t.

Aku mulai memegang-megang rok tersebut sementara uni penjual yang kami panggil dengan sebutan 'kakak' mulai beraksi melebay-lebaykan barangnya. Berhubung didompetku hanya ada uang 150.000, tanpa lebih lama lagi berbasa-basi segera kutanyakan hal paling mendasar dari proses berbelanja, "Berapa harganya, Kak?"

"180.000" jawab beliau.

Melihat rautku yang tidak enak, beliau melanjutkan, "Tapi bisa kurang. Bara adiak nio?"

Aku, seperti yang sudah kujelaskan sebelumnya, CUPU SEKALI. Setiap hendak mengeluarkan kata-kata aku melirik Alifa, mencari jawab. Alifa yang belum tahu bahwa aku dapat berubah cupu mendadakpun tampaknya bingung. Namun akhirnya, ia mulai connect dan mencoba menawar.

Si Kakak Penjual tidak mau menjual dibawah harga 100.000. Namun, aku pun tak akan sanggup jika harus membeli diatas 100.000. Akhirnya terjadilah pembicaraan yang alot antara Kakak Penjual dan Alifa, dengan aku dan Alifa saling melirik dan berbisik-bisik. Kakak Penjual yang bingung berkali-kali bertanya, "Siapa yang mau beli?" Tentunya Alifa langsung menunjukku.

Namun, sealot-alotnya pembicaraan kami, titik terang tidak berhasil ditemui. Aku tetap pada prinsipku, tidak lebih dari seratus ribu, sementara Si Kakak Penjual tidak mau kurang dari seratus ribu.

Aku dan Alifa pun mulai bosan dan berujar, "Lihat-lihat dulu lah ya, Kak."

Kami pun hendak pergi, sudah sampai di ambang keluar, tiba-tiba Kakak Penjual memanggil kami. Tapi tetap saja ia tidak mau kurang dari seratus ribu. Kami hendak pergi lagi, lalu dipanggil lagi, dan masih tidak dapat titik temu. Beberapa kali hal itu terjadi hingga aku dan Alifa benar-benar memutuskan untuk pergi.

Dan tanpa diduga-duga, Kakak Penjual seketika menarik tanganku dengan kuat dan mengomel, "Ndak bisa bantuak itu do diak......*dst**entah apa yang dikatakannya*".

Aku bilang, "Maaf Kak, tapi mau lihat dulu yang lain. Nanti bisa jadi balik lagi kesini."

Bukannya lepas, genggaman tangannya semakin erat. *Kuat juga nih, orang. Padahal keremeng gitu...* Aku berusaha melepaskan genggaman itu, namun Kakak Penjual tak mau melepaskannya.

Dengan kesal aku berontak, "Kok Kakak gitu sih?"

Beliau balas dengan omelan khas minang tingkat tinggi yang sulit kucerna.

Saat itulah hatiku mulai berdetak takut. Aku yang cupu ini dianiaya oleh Kakak Kurus yang berjualan di Pasar. Sungguh mengerikan. (lebay..)

Alifa pun mulai membantu, tapi tangan itu tak jua lepas. Hingga akhirnya aku tak tahan untuk tidak bilang, "Aku agak kurang suka juga dengan model roknya, Kak. Ada oren-orennya, sih."

Dan lepaslah tangan itu.

Aku dan Alifa pun cepat-cepat menjauh. Ada was-was dihati kami, takut Si Kakak mengikuti. Untunglah tidak. Hanya saja tanganku cukup pegal akibat genggaman mautnya~

Sepulang dari Pasar Raya, 7 Oktober 2013

Rabu, 06 November 2013

Little Party of Chiyoko's Day

Catatan Unknown pada 10:51 PM 0 komentar


Chiyoko's birthday party

Barokallahu fii miladiki, ukhty, semoga panjang umur dan sehat selalu~
Semoga semakin "manis", solehah, dan pintar :D

Selasa, 05 November 2013

Syarat Hijab

Catatan Unknown pada 3:48 AM 0 komentar

Hijabers, kenapa sih pada berhijab? Tentunya tujuan berhijab yang utama adalah bentuk taqwa kepada Allah. Ya, kan??? Kalau sampai pada kesempatan membaca postingan saya ini niat behijab Anda masih belum karena Allah, maka sebelum melanjutkan membaca, yuk menunduk, memejamkan mata, memperbaharui niat berhijab kita. Bukan karena sekedar ingin tampil cantik, bukan karena disuruh pacar, bukan sebab paksaan orang tua, bukan ikut-ikutan teman, bukan juga karena mode hijab modern yang saat ini sedang marak dipasaran.

Jadi, ucap basmalah, istighfar, dan mulailah berniat lagi, "Aku menggunakan hijab ini karena Allah, hanya karena Allah, karena taqwa pada-Nya, mengharap ridhonya semata, agar kelak dapat bahagia di syurga-Nya."

Nah, sekarang niat berhijab kita sudah sama-sama karena Alah, kan???

Kini marilah sama-sama merenungkan sebuah analogi. Dosen Kalkulus yang galak dan sudah tua (misalnya kita kuliah di jurusan Teknik Elektro) memberikan tugas besar yaitu mengerjakan 100 soal kalkulus dengan kriteria sebagai berikut; ditulis tangan di kertas double folio, harus pakai pena hitam my gel 0,5, tidak boleh ada bekas tip-ex, nomor harus berurutan, mencantumkan soal dan jawaban, uraian jawaban harus jelas, cantumkan juga rumus dan pembahasan tiap soal, beri cover, lampirkan kesan, pesan dan hambatan selama belajar kalkulus, dan terakhir lampirkan juga foto close up terbaru ukuran 3 R, deadline-nya sehari setelah pemberian tugas.

Sobat, tentunya Si Dosen Galak tidak akan menerima tugas besar kita jika apa yang kita kumpulkan tidak sesuai dengan kriteria yang telah diberikannya. Bahkan satu saja yang kurang, ia tidak segan-segan menidakluluskan kita dimata kuliah kalkulus. Karena itu kita pontang-panting semalaman mengerjakan soal-soal, lalu menyalinnya dengan rapi di double folio, sekaligus kesana-kemari mencetak foto yang diharuskan.

Itu kalau dosen kalkulus yang memberi tugas. Sekarang, Allah juga memberi tugas nih, yaitu HIJAB! Semua wanita muslimah wajib menutup auratnya. Maka karena itu, kita menjadi hijaber untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Allah. Lalu, kembali kekalkulus, cukupkah jika kita hanya mengerjakan 100 soal kalkulus tanpa memenuhi kriteria dosen? Ternyata tidak. Siap-siap saja deh dapat D.

Bukan hanya sekedar membuat tugas, namun juga memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Ternyata, Allah juga telah menetapkan kriteria pemakaian hijab yang telah ditugaskan-Nya kepada kita. Tentu saja jika kriteria tersebut tidak dipenuhi kita tidak akan lulus untuk menikmati syurga-Nya.
Nah, ini dia nih 8 kriteria hijab pakaian yang telah ditugaskal Allah untuk kita:

1. Menutup seluruh aurat
Sabda rasul:

"Wahai Asma' sesungguhnya perempuan itu jika telah baligh tidak pantas menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini, sambil menunjuk telapak tangan dan wajahnya." [HR. Bukhari] 

  Sudah jelaskan, sebagai wanita, semua tubuh kita adalah aurat kecuali muka dan telapak tangan. Maka selain itu harus ditutup dengan sempurna. Kakipun juga harus ditutup, lho...

2. Pakaian itu sendiri bukanlah merupakan perhiasan

"Katakanlah kepada wanita-wanita beriman, 'Hendaklah mereka menahan pandangan dan kemaluan mereka. janganlah mereka menampakan perhiasan mereka, kecuali yang nampak daripadanya. Dan hedaklah menutupkah khimar ke dada-dada mereka.'" [QS. An-Nur: 31]

 Perhiasan yang bagaimana dong? Yang jelas, hijab yang kita gunakan bukanlah untuk menarik perhatian dan mencolok. Jangan sampai hijab yang kita pakai malah diberi hiasan perak atau emas dan semacamnya.

3. Tidak ketat
Untuk itu, gunakanlah pakaian yang longgar dan tidak menempel dikulit. Jaman sekarang, celana pensil dan lejing merajalela. Pakaian seperti itu membentuk jelas bentuk kaki kita. Apalagi jika warnanya senada dengan kulit, seakan-akan tidak menggunakan apa-apa, bukan? Marilah kita cermati hadist dibawah ini:

"Ada dua golongan penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: Pertama, kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi, yang dipergunakannya untuk memukul orang. Kedua, wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang, berjalan dengan berlenggok-lenggok, mudah dirayu atau suka merayu, rambut mereka (disasak) bagaikan punuk unta. Wanita-wanita ini tidak akan dapat masuk surga, bahkan tidak dapat mencium bau surga. Padahl bau surga dapat tercium dari begini dan begini." [HR Muslim]

Wah, semoga kita dihindari dari hal sedemikian. Coba lirik lagi pakaian kita, celana pensil kita, adakah semua itu menampakkan bentuk tubuh kita sangking ketatnya? Coba juga perhatikan kembali hadist diatas, rambut mereka (disasak) bagaikan punuk unta, nah, apakah realita ini terjadi? Cobalah perhatikan sanggul-sanggul (baik asli maupun palsu) yang kerap kali menonjol dari kerudung yang kita pakai. Bukankah mirip punuk unta? Astaghfirullah... Hijabers, jika selama ini kita berpakaian ketat atau ber-style-kan punuk unta, marilah sama-sama kita merubahnya. Kita ubah punuk unta kita jadi punggung kuda, #eehh...

4. Tidak transparan
Pernah lihat jilbab paris? Pernah dong... Itu lho, jilbab yang pabriknya di Paris. Hadeeehhh... Apa aja deh... Nah, jilbab paris ini, kalau hanya dipakai satu lapis, biarpun warnanya hitam sekalipun, disiang bolong saat matahari menyengat, maka apa yang kita sembunyikan dibalik jilbab tersebut akan terlihat. Ngga percaya!? Coba deh buktikan!!! Kalaupun rambut dan telinga ditutupi ciput yang tebal, setidaknya periksa leher kita. Wah, terawang!!! Bentuk leher kita terlihat, batas baju terlihat. Sama aja dong dengan ngga pakai jilbab. Ya, ngga sih??? -__- Bukan cuma jilbab paris, jilbab-jilbab lainpun selama menerawangkan apa yang dijilbabkan tentunya bukan pakaian yang memenuhi kriteria tugas hijab dari Allah ini. Coba deh, lirik kembali hadist di point ke-3!

5. Tidak memakai wewangian atau heharuman #ha!?

"Siapa saja wanita yang memakai wangian agar pria mencium baunya, maka ia adalah seorang pelaku zina"

Lha, kan tergantung niat?? Gimana dong kalau baunya malah menyengat? Hijabers, memakai wewangian disini adalah memakai wewangian yang baunya tercium dari jarak jauh. Yang mana baunya menyengat dan malah menggoda kaum yang lain, seperti badak jantan, harimau jantan, elang jantan, buaya jantan, dan... #nah lho!? Oleh karena itu, untuk menghilangkan bau badan, pakailah wewangian seadanya. Pakailah deodorant, bedak, dan hand and body atau semisalnya. Untuk parfum, hindari yang berbau menyengat dan pemakaian berlebihan. Yang mengandung alkohol juga tidak OK lho. Kalau bisa pakai parfumnya sedikit saja. Lebih baik lagi jika tidak menambahkan parfum. Tidak masalah juga jika terbau dari jarak dekat saja, misalnya terbau wangi jika sudah sejengkal jaraknya dari hidung.

6. Tidak menyerupai pakaiannya lelaki
Sudah jelas lelaki dan perempuan itu berbeda. Walau sekarang marak yang namanya persamaan gender, toh wanita tetap tidak OK jika terlihat seperti lelaki.

7. Tidak menyerupai pakaian wanita kafir

"Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia bagian dari kaum tersebut." (HR. Ahmad)

Hijabers, tentunya kita tidak mau kan menjadi bagian dari kaum yang dimurkai Allah??? :o

8. Bukan termasuk pakaian yang ditujukan untuk kesombongan
Nah, oleh karena inilah kita tidak dianjurkan terlalu berleihan dan bermewah-mewah dalam berpakaian. Gunakanlah pakaian yang nyaman dan sederhana. Tapi hijabers, kita juga harus bisa menempatkan pakaian yang kita pakai dengan kondisi dan keadaan. Pastinya jika kita diundang ke pesta pakailah pakaian yang sopan, berwibawa, dan bagus. Masa mau ke pesta pakai baju kaos? Kan ngga singkron. Terus, kalau ke kampus bawahnya pakai sepatu, jangan sendal jepit. 

Lalu bagaimana dengan model jilbab gaul yang kita kenal akrab dengan sebutan hijab modern? Hijabers sekalian, tidak ada dalil yang menyaratkan model jilbab ini. Oleh karena itu, tidak masalah merias jilbab dengan model yang kita sukai selama TIDAK BERTENTANGAN DENGAN 8 SYARAT DIATAS. Mau penitinya disamping, diatas, ataupun dibelakang, selama masih memenuhi 8 syarat tersebut, tidak masalah. Namun, tetap saja, niatnya bukan macam-macam, ya :)

Kembali ke pembahasan awal, hijab adalah tugas dari Allah. Oleh karena itu, untuk membuat tugas ini, bukan sekedar mengerjakannya, tapi juga melengkapi kriterianya. Masa untuk kalkulus kita rela pontang-panting kesana-kemari agar lulus, sementara untuk Allah kita malah menyepelekan dan banyak alasan? Hey, Allah jauh lebih diatas dari Si Dosen.

Oke hijabers, sekian dulu dari saya, tulisan ini saya ringkas dari tausyiah yang sempat saya dengar sebelumnya. Marilah kita sama-sama memperbaiki hijab yang sudah melekat pada diri kita ini. Tidak masalah jika masih banyak kekurangan, yang penting semakin lama semakin baik.



{Berhubung saya bukan ahli fiqh, hanya "setitik debu" yang ingin berbagi, jadi mohon kritikannya jika ada kesalahan dalam penyampaian ini, wallahua'lam}

Minggu, 03 November 2013

Khazanah - Mencela dan Melecehkan

Catatan Unknown pada 7:41 PM 0 komentar
Astaghfirullaha'azhim...
Alangkah baiknya jika lebih fokus untuk memperbaiki diri dengan menambah pemahaman dari pada mengomentari dengan cara yang tidah ahsan.
Semoga kita termasuk orang-orang yang menjaga lisan dan selalu menambah kualitas iman~


Ketika Sedikit Nikmat Dicabut dan Diganti

Catatan Unknown pada 5:29 PM 0 komentar
Suatu Sabtu yang cerah, setelah begadang semalaman mengerjakan beberapa amanah kecil. 

Pagi itu rencananya aku dan dua teman sekontrakanku, Alifa dan Dya, berencana mengisi pagi dengan berenang ke Azkia Swimming Pool. Namun, alangkah malangnya kami semua sama-sama tertidur pagi itu. Rencana batal. Sebagai gantinya, aku dan Dya memutuskan untuk membeli bacaan kecil di Gramedia, sementara Alifa memiliki amanah lain di kampus. Setelah menghabiskan tiga jam di Gramedia, aku menemani Dya memperbaiki gagang kacamatanya di optik. Lalu kami berpisah, Dya pulang, sementara aku pergi menghadiri acara baralek dengan beberapa orang senior di Air Tawar.

Di lokasi pesta, aku melirik sebuah makanan yang terlihat seperti ayam teriyaki. Otomatis mata rakusku langsung tertarik dan mengambil dua potong ke piring. Ternyata, itu bukan ayam! Melainkan ikan laut. Aku tak tahu pasti itu ikan apa. Sejenak aku ingat bahwa aku alergi pada tongkol. Namun karena sudah terlanjur diambil, kuputuskan untuk memakannya saja. Toh setelah satu jam kurasakan tubuhku tidak mengalami apa-apa (biasanya sejam setelah makan tongkol akan takikardi dan merah-merah). Berarti ikan yang tadi bukan tongkol. Tapi, berhubung sebelum ke gramedia aku sudah terlebih dahulu makan dengan Dya, jadinya makanan saat baraleh bersisa dan terbuang sia-sia. Kekenyagan~


Setelah pergi baralek, aku menghadiri sebuah pengajian di Jln. Khatib Sulaiman. Kemudian, aku dan teman-teman pengajian menyebarkan leaflet keagamaan di rumah-rumah warga di Air Tawar. Saat itulah aku mulai merasa badanku tidak berkompromi. Menyusuri jalan Padang di siang menjelang sore, membuat kepalaku mulai lain rasanya. Ditambah lagi aku saat itu mengenakan sepatu teplek wanita (biasanya selalu pakai sepatu kets atau sepatu karet). Jujur saja, sepatu itu sudah lima bulan lalu dibeli, tapi baru sekali ini dipakai. 

Kakiku kurang feminim agaknya sehingga setiap mengenakan sepatu teplek, akan muncul kapalan-kapalan di ujung-ujung telapak kaki. Mulailah jari-jariku terasa sakit. Ketika sholat Ashar dan membuka sepatu+kaus kaki, kulihat sudah muncul beberapa kapalan. Tapi kubiarkan saja. Setelah Ashar semakin gencar aku dan teman-teman membagikan leaflet. Namun semakin gencar pula tubuhku menjadi letih.

Akhirnya sore menjelang. Akupun duduk di kedai untuk meminum secangkir teh (yang ludes hanya dalam satu menit), kemudian menemani salah seorang teman ke Basco Grand Mall untuk melihat-lihat sepatu. Namun rasanya aku sudah tak tahan lagi. Kuajak ia pulang, dan kami pun pulang ke rumah masing-masing.

Disepanjang jalan ke kontrakan, tubuhku mulai kedinginan. Kepalaku rasanya berat sekali. Mataku berkunang-kunang, jalan di depanku seakan-akan sedang menari hawaii menyambut langkah kedatanganku. Kupercepat langkah pulang. Sesampainya di rumah segera kubaringkan tubuhku di kasur dan kutarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhku.

Alifa dan Dya yang sudah di rumah sejak tadi keheranan melihatku. Aku yang tadi pagi notabene sehar walafiat tiba-tiba menggigil dan tak berdaya (hehee...). Begitu juga senior yang sekamar denganku, Kak Rina, mulai bertanya-tanya dan mengajakku ke dokter. Alifa yang cerewat (^^v) berkali-kali memaksaku makan, minum obat, dan minum air putih. Namun aku sungguh-sungguh hanya ingin tidur. Sehingga perhatian Alifa yang tulus seolah-olah menyebalkan bagiku. (Tapi terimakasih ya, Alifa. Wkwkwk)

Sebenarnya, sejak seminggu lalu aku memang merasa sering sakit kepala dan ingin tidur. Tapi tidak sampai kedinginan seperti ini. Kalaupun meriang, tapi tidak sampai mengganggu aktivitas.

Malam pun berlalu. Tengah malam aku terbangun dan ingat akan beberapa amanah yang harus kukerjakan. Masih dingin rasanya, tapi kepalaku tidak lagi sakit. Segera kuambil laptop ke dekatku dan kukerjakan beberapa hal ringan yang kurasa aku sanggup mengerjakannya. Setelah selesai, aku tidur kembali hingga pagi.

Alangkah malangnya, setelah subuh aku kembali sakit kepala dan kedinginan. Aku kembali meringkuk dalam selimutku. Alifa berkali-kali menyuruh makan dan minum, namun rasanya aku mual. Mual sekali. Bahkan seluruh isi perutku seakan-akan sedang menyanyikan, I like to move it move it sambil menari-mari. Akhirnya aku minta dibelikan roti yang manis.

Alifa pun pergi untuk rapat di kampus. Kemudian ia pulang dan membaca sebungkus roti. Aku mulai makan, perlahan-lahan melawan perutku yang masih saja mual hingga habis sepertiganya. Lalu aku pun tidur hingga sore.

Ketika orangtuaku menelpon, tak dapat kusembunyikan suaraku yang lemas. Kuceritakan bahwa aku sedang sakit, tapi sudah enakan sekarang. Hanya saja, orangtuaku cemas duluan dan menyuruh-nyuruh untuk memeriksakan diri.

Akhirnya kuturuti perintah itu, sekedar agar keduaorangtuaku tidak cemas lagi. Aku minta Kak Rina menemaniku ke rumah sakit C, salah satu rumah sakit swasta di Kota Padang. Kami disambut baik dan aku langsung diperiksa. Dokter yang bersangkutan basa-basi bertanya-tanya (sebelum anamnesis) tentang diriku. Ternyata dokternya dulu juga merupakan mahasiswa Kedokteran UNAND (sama denganku). Setelah tahu aku pernah malaria, beliau menyarankan untuk memeriksa darah. Tidak perlu terlalu lama menunggu, hasil pemeriksaan keluar, tertera dalam sebuah kertas putih di dalam amplop yang sebelum diberikan ke dokter, aku baca dulu isinya. Semuanya normal, paling hematokritku agak tinggi sedikit, tapi trombositku normal. Artinya, tidak malaria, tidak DBD.

Kemudian aku dan Kak Rina kembali ke ruang dokter. Ternyata Sang Dokter malah menyuruhku membaca sendiri hasil tes darahku, mengingat aku mahasiswa kedokteran. Saat itu aku yang dari tadi murung mulai merasa baikan dan tersenyum. Dokter mengajak sedikit bicara, bertanya-tanya tetang dosen dan teman seangkatan. Kemudian, diakhir cerita, dokter mulai meresepkan obat, aku diberi tiga obat. Satu vitamin, satu penurun panas, dan satu lagi penurun asam lambung (padahal aku tidak maag).

Beliau sempat berujar, bahwa asam lambungku naik. Ini pernah terjadi juga sebelumnya saat aku hendak Ujian Nasional saat SMA. Mungkin Si Dokter menganggapku stress, berhubung juga saat itu dekat dengan jadwal ujian blok.

Yang paling berkesan adalah nasihat lucu Sang Dokter sebelum aku pamit pulang, "Jangan stress kuliah dikedokteran. Ntar bakal lulus juga, kok." Dalam hati ingin rasanya tertawa. Aku sama sekali tidak stress. Toh selama ini belajarpun jarang. Aku melewati ujian dengan santai walau persiapan tidak pernah maksimal, bahkan minimal. Paling kalau nilai rendah nyesal dikit, terus main-main lagi. Tapi, entah mengapa ada sedikit motivasi dihatiku untuk memperbaiki semuanya di blok depan.

Kenyataannya saat ini, masih main-main~

Ujung-ujungnya aku merasa begitu sehat dan malas mengambil obat di apotik (mending uangnya buat jajan gorengan ^_^). Kemudian membayar biaya pengobatan sekitar 180ribuan. Setelah pulang, aku pun langsung tidur dan keesokan paginya (walau masih lemas rasanya) aku kembali menjalani aktivitas sebagaimana mestinya.

Aku pun hingga saat ini bingung, haruskah merasa untung atau rugi. Disatu sisi aku senang karena ternyata tidak sakit apa-apa, mungkin hanya lelah. Disisi lain sedih juga, ngapain mahal-mahal bayar 180ribu toh ternyata besoknya sembuh juga tanpa minum obat. Mending beli baju kali ya. Yang jelas, aku bersyukur kembali diberi kesehatan untuk beraktivitas.

Nikmat yang dicabut:

  1. Nikmat sehat
  2. Nikmat uang 180ribu
  3. Nikmat waktu (harusnya bisa ngapa2in malah jadi musti tidur)
  4. Nikmat bahagia
Nikmat yang diberi:
  1. Nikmat beristirahat~
  2. Nikmat motivasi
  3. Nikmat syukur (masih hidup, sakit ringan)
  4. Nikmat ukhuwah >,<

Terinspirasi dari sebuah blog milik seorang senior yang menceritakan kisah beliau yang menemani juniornya yang cantik (baca: Intan Ekaverta) ke sebuah rumah sakit swasta.
 

Se-kepinghati | Powered by Blogger
Blogged by Intan Evrt | Blogger Template by Se-kepinghati Corporation