Pada tahun 2002 lalu, sebuah stasiun televisi swasta menampikan drama berjudul “Endless Love”. Jalan ceritanya yang menarik membuatnya cukup digandrungi masyarakat, terutama kaum hawa. Drama itulah yang kemudian menjadi awal mula merambahnya Korean Wave di Indonesia dan membawa puluhan judul drama korea lain memasuki industri hiburan dalam negri. Memasuki dekade selanjutnya, bukan hanya drama, namun juga boyband dan girlband Korea ikut menginvasi. Boyband dan Girlband asal Indonesia bermunculan. Genre lagu, dance, desain pakaian, rambut, dan profil yang ditampilkan nyaris sama dengan yang ada di Korea. Bahkan bahasa Korea sendiri, menjadi minat yang cukup besar dipelajari oleh kaula muda Indonesia.
Bukan sedikit pemuda Indonesia yang menggandrungi produk-produk K-Pop tersebut. Tidak hanya perempuan, laki-laki pun tidak lepas dari “candu” pada tontonan yang bertajuk Korea. Sebenarnya, wajar saja hiburan dari Negri Gingseng ini menjalar dengan cepat. Tidak dapat dipungkiri, alur cerita yang dikemas kreatif dalam banyak drama, didukung aktor-aktor yang secara fisik mendekati sempurna membuat penonton tak ingin berhenti menyaksikannya. Tak ketinggalan, kehidupan hedonis dan materialistik yang ditampilkan dalam drama-drama Korea melejitkan mimpi akan kehidupan dunia yang sempurna secara material. Parahnya, umat Islam turut serta dalam menggandrungi budaya Korea ini.
Sahabat Dawa’, tahukah Sahabat semua apa dampak dari maraknya arus globalisasi dalam industri hiburan ini? Kecintaan pada hiburan-hiburan semacam K-Pop telah mengikis akhlaq umat Islam sendiri. Kehidupan borjuistik ala K-Pop, model busana yang tidak sesuai dengan kriteria berhijab, dan fenomena-fenomena khas K-Pop lainnya menggeser pola pikir umat Islam itu sendiri. Sadar tidak sadar, pola hidup ala K-Pop mulai diikuti sedikit demi sedikit Umat Islam. Seperti yang dijabarkan di atas, boyband, girlband, dance, pakaian, rambut, tidak lagi bernuansa Nusantara, apalagi nuansa Islami. Dari tontonan, masyarakat terbiasa dengan kehidupan materialistis ala mereka. Bahkan sekelompok muslimah berkerudung yang tampak identitas Islamnya, sempat membuat kontoversi dengan membuat girlband bernama Samara37. Busana muslim ala Korea yang jelas-jelas tidak syar’i, mulai digemari di Indonesia.
Tidak hanya ditilik dari segi agama, dari segi budaya pun jelas pengaruh K-Pop dapat memberi pengaruh buruk. Masuknya budaya K-Pop yang hedonis jelas lebih digemari dibanding budaya Indonesia yang bermoral. Mengidolakan budaya K-Pop dengan serta merta dapat dibuktikan dengan tingginya minat generasi Indonesia untuk mempelajari bahasa Korea tanpa alasan yang tepat. Pada akhirnya, rasa cinta terhadap budaya Indonesia itu sendiri perlahan memudar. Style bangsa Indonesia tidak lagi mencerminkan ke-Indonesiaannya. Rambut khas Indonesia yang hitam berkilau mulai berganti dengan rambut ala boyband yang berwana-warni. Bahkan minat terhadap musik Indonesia berkurang. Perlahan-lahan terjadi pergeseran budaya di Indonesia. Tidak jarang ada pemuda Indonesia yang lebih kenal dengan budaya Korea daripada budaya daerahnya sendiri. Jika hal ini terus berlanjut, maka jati diri bangsa Indonesia perlahan akan menghilang. Kepedulian dan kecintaan terhadap tanah air terkikis sehingga tidak ada lagi rasa nasionalisme yang tersisa.
Bahaya yang tidak kalah besar dari terkikisnya nilai agama dan budaya, adalah kewajiban yang terlupa karena sikap fanatik terhadap hiburan ala Korea. Episode drama yang berlarut-larut bukan sedikit orang yang terlupa akan kewajibannya akibat penasaran berlebihan akan alur cerita. Baik itu kewajiban shalat lima waktu, kewajiban belajar, kewajiban bekerja, dan lainnya, terlalaikan akibat kecintaan yang berlebihan. Demi melihat seorang ‘Oppa’ Korea yang datang Indonesia, seorang mahasiswi bahkan rela mengorbankan ratusan ribu uangnya dan bolos dari kegiatan akademik di kampus.
Sungguh miris, bukan?
Dari uraian di atas, pengidolaan terhadap K-Pop ternyata banyak sekali dampak negatifnya. Kini, akankah kita yang telah mengetahuinya tetap mengelu-elukan budaya K-Pop, sementara budaya kita sendiri tertinggal jauh di belakang. Akankah kita biarkan budaya Islam dan budaya nusantara perlahan terkikis dari generasi muda?
Apakah hanya K-Pop saja? Tidak, sahabat Dawa’! Bukanya hanya K-Pop, tapi hiburan-hiburan lain pun sama halnya dengan K-Pop ini. Seperti dunia sepak bola, hollywood, bollywood, bahkan siaran televisi Indonesia pun, jika menimbulkan sikap fanatik yang berlebihan, akan menumbuhkan kebobrokan.
Sebagai umat Islam, ketika kita mengambil idola, hendaknya kita melirik pada akhlaqnya. Bukan hanya pada ketampanannya atau kecantikannya. Dengan begitu kita dapat mencontoh hal-hal yang baik dari kehidupan idola tersebut. Seperti jika kita mengidolakan Muhammad Al-fatih, pemuda yang di awal kepala duanya berhasil menaklukan Konstatinopel, maka kita akan mencontoh semangatnya. Sementara jika mengidolakan salah satu aktor korea, maka apa yang akan kita dapatkan dari aktor tersebut?
Oleh karena itu Sahabat Dawa’, budaya K-Pop yang terlanjur merambah ke Indonesia, atau hiburan apapun yang tidak mendekatkan kita pada-Nya, jangan sampai menjadi pujaan kita ataupun generasi penerus kita nantinya. Hiburan seperti K-Pop memang menarik, namun fanatik terhadapnya akan membawa banyak dampak negatif dalam kehidupan berbangsa dan beragama. (Se-kepinghati)
0 komentar:
Posting Komentar