Rabu, 18 Desember 2013

Sang Tuan Rumah, Pejuang Tanpa Henti

Catatan Unknown pada 8:44 PM 0 komentar

Orang-orang berebutan meminta Rasulullah bertandang dan menginap di rumahnya ketika beliau menginjak tanah Madinah dalam peristiwa hijrah tahun 622 masehi. Rasulullah kemudian melepas untanya untuk memilih tempat. Maka unta beliau bersimpuh di depan rumah Malik bin Najjar. Jadilah tempat tersebut menjadi rumah yang didiami Rasulullah hingga bilik beliau yang sedang dibangun selesai.

Kala itu Rasulullah disambut oleh pemuda yang sangat riang karena dipilihnya rumah Malik bin Najjar, kakeknya, sebagai persinggahan pertama Rasulullah. Maka beliau segera mengemasi barang-barang Rasulullah dan mengangkutnya ke dalam. Bersama istrinya, beliau menyambut Rasulullah dan memberikan pelayanan terbaik. Itulah dia, Abu Ayyub Al-anshari, pemuda yang juga dulunya ikut serta dalam bai'at aqobah kedua.

Banyak cerita dari Abu Ayyub Al-anshari ini yang jika dijabarkan tentunya akan sangat panjang. Namun yang paling menarik dari beliau adalah motto hidupnya yang kerap menjadi sindiran bagi orang yang masih bermalas-malas. Ya, At-taubah ayat 41, "Berangkatlah kamu baik dalam keadaan ringan maupun berat...". Beliau telah membuktikan betapa konsistennya penerapan beliau atas ayat ini dalam tiap peperangan. Semangat jihadnya begitu membara, tidak ada kata absen dalam membela agama Allah swt. Harta, nyawa, diserahkan untuk Allah semata.

Umur beliau bahkan hampir 80 tahun ketika pasukan dibawah pimpinan Yazid bin Muawiyah melakukan pengepungan terhadap Konstatinopel melalui jalan darat dan laut. Perjalanan jauh dan usia yang renta bukan halangan bagi Abu Ayyub Al-anshari. Dengan tekad yang kuat, beliau tetap tegak dengan pedang dan kudanya.

Namun sungguh malang, beliau akhirnya terserang penyakit parah. Saat itulah Yazid bin Muawiyah menanyakan apa yang diingininya. Bukan!!! Beliau bahkan tidak meminta untuk dipulangkan, tidak meminta untuk kembali dan meninggal dalam damai diatas pangkuan keluarganya. Justru kudanya lah yang beliau ingini menghantar jasadnya.

Ya, Abu Ayyub Al-anshari meminta agar setelah kematiannya, jasadnya diletakkan di atas kuda beliau, dan kuda itu dibiarkan berlari sejauh-jauhnya ke arah musuh. Kemudian beliau ingin dimakamkan di medan perang atau paling tidak di daerah yang dekat dengan itu. Beliau berharap masih dapat mendengar gemerincing pedang dan derap kaki kuda atas pembebasan Konstatinopel yang telah dijanjikan oleh Allah melalui hadist yang diucapkan Rasulullah. Beliau tak ingin umurnya yang terbatas menghalaginya dari keikutsertaan merasakan kemenangan besar Umat Islam nantinya.

Tentunya di alam sana Allah telah memuliakan Abu Ayyub Al-anshari, pejuangnya yang tak peduli ringan dan berat keadaan. Pejuangnya yang tetap maju walau ribuan gulana menyergap kaki untuk tinggal. Tentunya rasa malas dan alasan bombay tidak ada dalam kamus beliau. Yang ada hanya juang, juang, dan juang.

*Menulis diatas gundah, mengharap semangat diri dari tadabbur kisah suci para sahabat

Senin, 16 Desember 2013

The Battle Of Masts

Catatan Unknown pada 12:19 PM 0 komentar

Malam itu bukan malam-malam biasa. Gelap langit yang mencekam mengias kisah peperangan. Disuatu sisi, lonceng-lonceng berbunyi sepanjang malam, mengisi ruhani pasukan Byzantium. sekitar 500-an kapal perang mereka dipersiapkan dengan matang, merentangi lautan yang juga kelam.

Disisi lain, juga merentangi lautan, sekitar 200 kapal Muslimin dari Alexandria sama mencekamnya. Perlengkapan kapal perang mereka tidak secanggih pasukan Byzantium. Namun, didalamnya terdapat hati-hati perindu yang tak terkira tenangnya. Pasukan khusyu' dalam sholat malam dan dengungan merdu tilawah al-qur'an, menaungi hati-hati yang gempita, merubahnya jadi semangat cinta dan kerinduan akan janji Tuhan mereka.

"Allah lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya dan supaya kamu dapat mencari sebagian karunia-Nya dan mudah-mudahan kamu bersyukur." (Al-Jastiyah: 12)

Pasukan Muslim saat itu bukanlah pasukan yang berpengalaman dalam perang di lautan. Mereka masih berstatus newbie untuk urusan merintis lautan. Bagaimana tidak, sebelumnya pasukan Muslim lebih sering berperang di padang pasir, daerah daratan. Sebelumnya, Khalifah Ummar bin Khathab melarang pasukan muslim untuk melakukan ekspedisi di lautan. Namun kemudian, ketika masa Khalifah Utsman bin Affan, beliau beliau memperbolehkannya. Maka terjadilah ekspedisi-ekspedisi dibawah pimpinan Muawiyah dan Abdullah bin Sa'ad. Hal ini membuat Kaisar Byzantium, Konstan II, merasa terancam dan turun tangan untuk menghentikan laju pasukan muslim.

Maka tibalah pagi hari setelah malam yang mencekam tersebut. Dua pasukan yang dipimpin oleh Konstan II dan Abdullah bin Sa'ad masing-masing maju berlawanan. Konstan II yang menganggap pasukan muslimin masih newbie dalam urusan perang lautan, lupa membentuk formasi dan memperhitungkan arah angin. Sementara pasukan muslim dengan semangat syahidnya mengikatkan kapal mereka ke kapal-kapal byzantium sehingga kapal-kapal Byzantium terbatasi pergerakannya. Pasukan muslimin menginvasi kapal pasukan Byzantium dan berperanglah mereka layaknya perang di padang pasir.

Abdullah bin Sa'ad tidak pernah lupa untuk mengingatkan pasukannya agar tetap membaca al-qur'an, bersabar dalam peperangan, dan tetap pada posisi masing-masing hingga Alah menghancurkan musuh mereka. Dan benarlah, Allah kemudian menghancurkan pasukan Byzantium. Hanya dua pilihan bagi pasukan Byantium, lari, atau mati ditangan pasukan muslim. Sementara Konstan II mengganti pakaian kebesarannya dengan pakaian prajurit biasa dan lolos melarikan diri.

*Merenungi kisah-kisah peperangan, diantara rintik hujan yang tak henti membawa rahmat-Nya

Kamis, 05 Desember 2013

Akhir Usiaku (Hawari) - Sayang Ayah Part II

Catatan Unknown pada 1:33 PM 0 komentar
Suatu siang di tengah kantuk yang melanda. Mencari LO untuk tutorial jadi pekerjaan paling wajib dan paling membosankan. Ingin rasanya tidur saja. Tapi, aku masih berpikir waras. Waktu belajarku hanya 3 jam siang ini dalam seminggu. Masa aku masih mau malas-malasan sementara jadwal tutorial sudah mepet. Akhirnya kupilih untuk sejenak menghibur diri agar kantukku hilang, mendonload nasyid. Entah kenapa terpikir untuk search nasyid baru tentang ayah dan ibu. Gataunya malah dapat nasyid yang satu ini, Hawari - Diakhir Usiaku. Dan tebak apa!? Air mata pun berderai mendengar lagunya.
Kenapa berderai?

Lirik lagunya super sangat amat sedih... Dan saya berinisiatif untuk membaginya kepada pembaca kece semua. Silahkan dibaca, dan dicari link downloadnya sendiri yaak :)

"Anakku sayang dengarkan ayah
Sebelum ayah pergi takkan kembali
Ketika senyum ayahmu ini
Tak lagi menghiasi hari harimu
Jangan bersedih wahai anakku
Jangan menangis wahai sayangku
Tabah dan sabarlah anakku sayang
Teruskanlah perjuangan ayahmu
Do'akan ayah moga diterima
Dikasihi Tuhan Yang Maha Esa
Moga bahagia diakhirat 
Selamat tinggal anakku sayang
Pergiku tak kembali tuk selamanya
Tiba masaku tinggalkan engkau
Wahai anakku sayang separuh jiwaku
Diakhir sisa usiaku"

Hiks hiks... Bagaimana?
Ayo coba dowload dan kembali lihat liriknya. Dengar dan ingat ayah kalian!!!
Kerja kerasnya, peluh yang mengalir sepulang kerjanya, raut letihnya, senyum bangganya, air mata harapnya, dan cintanya yang terbesit dalam juangnya.

Nah, dengan begitu, semoga semangat belajar kembali ruah kembali...
Untuk ayah, untuk harapan ayah, untuk bangganya ayah, untuk bahagiakan masa tua ayah...
Jangan sia-siakan...



 

Se-kepinghati | Powered by Blogger
Blogged by Intan Evrt | Blogger Template by Se-kepinghati Corporation