Malam itu bukan malam-malam biasa. Gelap langit yang mencekam mengias kisah peperangan. Disuatu sisi, lonceng-lonceng berbunyi sepanjang malam, mengisi ruhani pasukan Byzantium. sekitar 500-an kapal perang mereka dipersiapkan dengan matang, merentangi lautan yang juga kelam.
Disisi lain, juga merentangi lautan, sekitar 200 kapal Muslimin dari Alexandria sama mencekamnya. Perlengkapan kapal perang mereka tidak secanggih pasukan Byzantium. Namun, didalamnya terdapat hati-hati perindu yang tak terkira tenangnya. Pasukan khusyu' dalam sholat malam dan dengungan merdu tilawah al-qur'an, menaungi hati-hati yang gempita, merubahnya jadi semangat cinta dan kerinduan akan janji Tuhan mereka.
"Allah lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya dan supaya kamu dapat mencari sebagian karunia-Nya dan mudah-mudahan kamu bersyukur." (Al-Jastiyah: 12)
Pasukan Muslim saat itu bukanlah pasukan yang berpengalaman dalam perang di lautan. Mereka masih berstatus newbie untuk urusan merintis lautan. Bagaimana tidak, sebelumnya pasukan Muslim lebih sering berperang di padang pasir, daerah daratan. Sebelumnya, Khalifah Ummar bin Khathab melarang pasukan muslim untuk melakukan ekspedisi di lautan. Namun kemudian, ketika masa Khalifah Utsman bin Affan, beliau beliau memperbolehkannya. Maka terjadilah ekspedisi-ekspedisi dibawah pimpinan Muawiyah dan Abdullah bin Sa'ad. Hal ini membuat Kaisar Byzantium, Konstan II, merasa terancam dan turun tangan untuk menghentikan laju pasukan muslim.
Maka tibalah pagi hari setelah malam yang mencekam tersebut. Dua pasukan yang dipimpin oleh Konstan II dan Abdullah bin Sa'ad masing-masing maju berlawanan. Konstan II yang menganggap pasukan muslimin masih newbie dalam urusan perang lautan, lupa membentuk formasi dan memperhitungkan arah angin. Sementara pasukan muslim dengan semangat syahidnya mengikatkan kapal mereka ke kapal-kapal byzantium sehingga kapal-kapal Byzantium terbatasi pergerakannya. Pasukan muslimin menginvasi kapal pasukan Byzantium dan berperanglah mereka layaknya perang di padang pasir.
Abdullah bin Sa'ad tidak pernah lupa untuk mengingatkan pasukannya agar tetap membaca al-qur'an, bersabar dalam peperangan, dan tetap pada posisi masing-masing hingga Alah menghancurkan musuh mereka. Dan benarlah, Allah kemudian menghancurkan pasukan Byzantium. Hanya dua pilihan bagi pasukan Byantium, lari, atau mati ditangan pasukan muslim. Sementara Konstan II mengganti pakaian kebesarannya dengan pakaian prajurit biasa dan lolos melarikan diri.
*Merenungi kisah-kisah peperangan, diantara rintik hujan yang tak henti membawa rahmat-Nya
Maka tibalah pagi hari setelah malam yang mencekam tersebut. Dua pasukan yang dipimpin oleh Konstan II dan Abdullah bin Sa'ad masing-masing maju berlawanan. Konstan II yang menganggap pasukan muslimin masih newbie dalam urusan perang lautan, lupa membentuk formasi dan memperhitungkan arah angin. Sementara pasukan muslim dengan semangat syahidnya mengikatkan kapal mereka ke kapal-kapal byzantium sehingga kapal-kapal Byzantium terbatasi pergerakannya. Pasukan muslimin menginvasi kapal pasukan Byzantium dan berperanglah mereka layaknya perang di padang pasir.
Abdullah bin Sa'ad tidak pernah lupa untuk mengingatkan pasukannya agar tetap membaca al-qur'an, bersabar dalam peperangan, dan tetap pada posisi masing-masing hingga Alah menghancurkan musuh mereka. Dan benarlah, Allah kemudian menghancurkan pasukan Byzantium. Hanya dua pilihan bagi pasukan Byantium, lari, atau mati ditangan pasukan muslim. Sementara Konstan II mengganti pakaian kebesarannya dengan pakaian prajurit biasa dan lolos melarikan diri.
*Merenungi kisah-kisah peperangan, diantara rintik hujan yang tak henti membawa rahmat-Nya
0 komentar:
Posting Komentar