Alhamdulillah, libur semester membuat sebuah kesempatan bagi saya untuk mengunjungi Rumah Sakit Raden Mataher Jambi. Kunjungan ini dalam rangka menemani Bundo saya berobat ke bagian THT karena sinusitisnya yang menjadi-jadi.
Sebelumnya, Rumah Sakit Raden Mataher merupakan rumah sakit pendidikan yang ada di Jambi, menaungi Prodi Pendidikan Dokter di Universitas Jambi. Para koas dapat kita temui disana.
Setelah mengurus BPJS, kami mengantri di depan Poli THT. Tidak lama, hingga akhirnya nama Bundo dipanggil untuk memasuki ruangan pemeriksaan. Sebelum bertemu dokter, keluhan yang dirasakan dianamnesis oleh perawat. Tidak seperti perawat yang pernah saya temui di salah satu Rumah Sakit di kota dimana saya belajar ilmu kedokteran, perawat disini ramah dan asyik diajak bicara. Padahal beberapa bulan lalu, saat kakak dari Bundo saya sakit dan diobati di salah satu rumah sakit di Padang, perawatnya jutek minta ampun.
Setelah itu, barulah Bundo saya menemui dokter spesialis THT yang diiringi oleh beberapa anak koas. Setelah dianamnesis dan pemeriksaan fisik, Bundo saya diserahkan pada salah satu anak koas untuk diperiksa lebih detail. Kemudian, dibawa kembali ke Dokter THT. Anak Koas yang memeriksa Bundo saya membacakan status hasil pemeriksaan kepada Dokter THT sambil diintervensi oleh Sang Dokter jika ada yang salah. Kemudian, diperiksa lagi oleh Dokter, dan diberi resep. Dokternya pun ramah. Apalagi koasnya, benar-benar tekun.
Dan setelah kami mengambil obat, Bundo saya bilang beliau sangat puas dengan pelayanannya tak peduli waktu yang dibutuhkan menjadi sangat lama (bundo saya diperiksa dalam waktu kurang lebih 45 menit). Walau saat mengambil obat dan mengurus BPJS cukup berdesakan, namun menemui dokter, koas, dan perawat yang baik komunikasinya dan penuh simpati seperti itu, membuatnya merasa sehat sebelum meminum obat. Saya hanya tersenyum.
Bagi Calon Dokter se-Indonesia, saya rasa kalian pernah mendengar seperti apa yang saya ingat dari perkataan dosen saya:
Kalau komunikasi seorang dokter itu bagus, maka ketemu dokternya saja Si Pasien sudah merasa sembuh
Benar, tidak!?
Sementara bukan sedikit kita jumpai dokter yang dengar keluhan, kasih obat, tanpa bertanya lagi, tanpa menjelaskan penyakit pasien, tanpa memperlihatkan simpati, dan tanpa tanpa yang lain. Pasien di ruang dokter hanya lima menit. Pasien tidak tahu sakit apa yang ia derita. Seharusnya, pasien yang datang tidak hanya diberi obat tapi juga edukasi.
Bukan hanya dokter, perawat pun banyak juga yang tidak mau kalah tingginya. Melayani pasien dengan kasar, jutek, dan menyebalkan. Bundo saya bilang, ketika menemani kakaknya berobat di Rumah Sakit lainnya, ketika ia bertanya pada perawat malah dijawab dengan jutek. Padahal wajarlah pasien bertanya. Pasien bukan tenaga kesehatan yang tiap hari mondar-mandir rumah sakit. Tentulah ia tidak setahu perawat dalam banyak prosedur.
Perawat yang saya temui beberapa waktu lalu, saat saya berobat di sebuah rumah sakit swasta juga cukup membuat dongkol. Saya mengantri tanpa nomor antrian, dan saya baik-baik bertanya kira-kira ada berapa pasien lagi, malah dijawab dengan kata-kata judes tanpa memberitahukan berapa pasien lagi sebelum saya yang akan diperiksa. Padahal, apa salahnya memberitahu jumlah pasien saja. Dan saat itu saya bukan pasien dengan BPJS. Saya membayar (walau akhirnya tidak membayar karena Sang Dokter kemudian tahu bahwa saya adalah mahasiswa FK Unand alias mahasiswanya).
Pernah juga saat saya Skill Lab di salah satu bangsal, saya mendengar beberapa perawat malah menjelek-jelekkan salah satu pasien di belakang pasien tersebut. Tidak manusiawi. Orang sakit yang seharusnya menjadi perhatian malah diperlakukan seperti itu.
Bagi calon tenaga kesehatan di Indonesia, coba renungkan, bukankah kalau kita sakit kita menginginkan simpati? Lalu, mengapa ketika kita sehat kita tidak bisa memberi simpati pada yang sakit? Bagaimana jika nanti saat kita sakit tak satupun orang peduli bahkan berkata judes kepada kita? Atau dokter yang kita datangi hanya menanyakan keluhan, tidak menanggapi pembicaraan, tidak tersenyum, dan tidak memberi informasi sedikitpun, apa rasanya?
Nah, pelayanan yang diterima Bundo saya di Rumah Sakit Raden Mataher, seharusnya benar-benar menjadi contoh.
Dan hal ini membuktikan, kepada banyak orang yang meremehkan Fakultas Kedokteran tertentu, bahwa Dokter yang berkompeten itu tidak dinilai dari dimana ia kuliah. Telinga saya kerap mendengar informasi tidak santun terkait FK Universitas Jambi. Mungkin fasilitasnya memang belum selengkap FK lain yang lebih tua, tapi bukan berarti lulusannya odong-odong. Kami (mahasiswa kedokteran) dididik sedemikian rupa, dan dengan sistem blok, kami terpacu untuk mencari ilmu sendiri. Daripada sistem belajar yang lain, saya rasa sistem blok ini merupakan sistem yang membuat kami dewasa dalam belajar. Sehingga ilmu yang kami dapat bukan berdasar universitas mana kami kuliah, namun berdasar pada ketekunan kami pribadi. Dan menjadi dokter seperti apa kami nanti, itu adalah keputusan kami sendiri, bukan universitas.
Sekian dulu tulisan yang tidak jelas mana intinya ini. Hanya berharap pada pelayanan rumah sakit yang benar-benar nyaman untuk pasien.
Semoga saya bisa menjadi dokter yang benar-benar melayani, Amin...
0 komentar:
Posting Komentar