Angkot Dayeuh Kolot - Buah Batu, menepi di depan sebuah toko. Aku turun dan berganti angkot dengan jurusan Buah Batu - Kalapa. Aah, nyaman sudah duduk di angkot yang baru. Mulai kukeluarkan HP sembari menunggu angkot yang masih nge-tem menunggu penuhnya penumpang lain.
Satu-persatu masuk, angkot mulai ramai. Tersisa satu tempat duduk lagi, di kursi 4, paling ujung, paling dekat pintu. Angkot sudah hendak menyerah dan hendak pergi, ketika seorang ibu yang sedang menggedong anaknya setengah berlari menghampiri. Untunglah Si Supir berbaik hati otret kembali dan membiarkan ibu itu masuk. Dengan susah payah menggendong anaknya yang memiliki bobot cukup besar, Si Ibu naik dan duduk setengah pantat di bangku yang tersisa.
Angkotpun mulai berjalan, Si Ibu susah payah menggendong anaknya. Saat itulah aku mulai heran. Awalnya kupikir anak yang digendong Si Ibu masih balita. Namun setelah dicermati lagi, anak itu terlalu besar untuk balita. Tingginya setara anak kelas dua atau tiga SD.
Setelah beberapa penumpang turun, aku yang duduk di kursi panjang bergeser ke dekat kursi supir. Rasa penasaranku terhadap anak itu tak dapat kuacuhkan saja. Di posisiku yang baru, dengan leluasa dapat kulihat anak itu. Alangkah terkejutnya aku, anak itu bukan benar-benar bukan balita. Tampangnya sudah seperti remaja, dengan bibir maju dan air liur yang tak berhenti meleleh. Namun, kaki yang kecil tentu tak dapat menopang bobotnya. Apalagi tangannya tampak bengkok.
Di lubuk hatiku memang terpencar rasa kasihan begitu aku melihat anak itu. Namun, yang membuatku luluh bukanlah kecacatannya, melainkan sikap ibunya yang bisa dibilang kurus pendek. Ibunya dengan postur tubuh seperti itu dengan sabar menggendongnya, melap liurnya, mengipasinya, dan menutupinya dari paparan sinar matahari. Sesekali ibunya bertanya padanya apakah ia merasa pusing atau sakit. Anak itu tidak bisa bicara, hanya bisa mengedipkan dua kelopak matanya. Namun ibunya seakan mengerti, apapun yang diingini anaknya.
Sunggun menakjubkan...
Cerita ini mungkin agak membingungkan, tapi sungguh sangat sayang melupakan kejadiannya. Cinta ibu pada anaknya, yang terbukti nyata, karena ini bukan drama kolosal saja.