Pernah melihat matahari?
Sinarnya terang bukan?
Menyinari pagi hingga senja hari
Membantu penjuangan jiwa-jiwa yang berkarya di bumi
Hey, begitulah aku ingin hidup dengan segenap kemampuanku
Pernah melihat bulan?
Yang temaram dengan kekurangan
Tidak seperti matahari, ia kelam
Tak punya cahaya yang terang
Namun, bulan tak putus asa
Ia meminjam sinar matahari, karena matahari pun terbatas dalam menyinari sisi bumi
Lalu bulan beranjak kesisi gelap bumi dan memantulkan cahaya matahari
Hingga malam gulita pun mendapat secercah harapan
Mungkin tanpa lampu di bumi apalah pula artinya bulan
Tapi bulan memang tanpa makna
Selain menyalurkan cahaya, ia juga memberi ketenangan
Melelapkan jiwa diambang petang
Memberi istirahat pada pemimpi yang besar
Hey, begitu pulalah aku ingin hidup dengan segenap kekuranganku
Kini, lihatlah ke bumi
Lihat, disana ada pohon!
Jelas bukan?
Tapi, pernah memperhatikan akarnya?
Ya, akar...
Bukan daunnya, bukan bunganya, bukan pula buahnya
Tapi akar...
A-K-A-R
Yang tersembunyi dibawah tanah
Sedikit mencuat malu-malu ke atas
Akar benar-benar tidak ingin dilihat
Tidak ingin dikenal
Tidak ingin dipuja seperti cantiknya bunga
Tidak ingin digemari seperti manisnya buah
Dan dibalik persembunyiannya, akar terus berjuang
Mencari dan mencari, menyokong tegaknya pohon
Terkubur semakin dan semakin dalam
Namun, dengan giatnya, tumbuhlah cantiknya bunga itu
Manisnya buah itu
Yang dipuja dan digemari orang
Dan akar tak pernah iri pada bunga dan buah
Ia pun tak pernah muncul dan meneriaki orang-orang yang memuja bunga
Baginya cukuplah didalam sana
Mengais tulus yang dipersembahkan untuk seisi bumi
Hey, begitulah aku ingin hidup, tersembunyi, namun memberikan manfaat besar
Pernah melihat intan?
Ya, intan, bukan berlian
Berlian adalah intan yang telah dikikir sedemikian hingga dan memancarkan kilau kecantikan
Tapi intan belum tentu akan jadi berlian
Intan dulunya tertanam jauh berkilo-kilo meter di bawah permukaan bumi
Terhimpit tekanan kuat dan panas membara lava gunung api
Terus ditekan dan dibakar
Oh, iya, pernah mencicipi ayam presto?
Sama bukan, ayam presto itu dibuat dengan penekanan dan pemanasan
Tapi alangkah sedihnya, ia malah menjadi lunak, tulang-tulangnya yang keraspun rapuh
Tidak begitu dengan intan
Himpitan dan pemanasan justru membuatnya keras
Semakin dan semakin keras
Bahkan lebih keras dari baja
Hingga akhirnya keluar ke permukaan bumi
Hey, begitulah aku ingin hidup, bertahan diantara tekanan
Jika masih bertanya siapa aku, lihatlah lagi matahari, bulan, akar, dan intan
Lalu, kau pun pasti kan ragu, sesempurna itukah aku?
Tidak, ya, tidak!!!
Sepuluh persen dari matahari, bulan, akar, dan intan pun aku tidak
Lalu?
Siapa aku?
Ya, aku hanya setitik debu
yang tidak bersinar namun ingin menjadi seterang matahari
yang tidak indah namun ingin menjadi sedamai bulan
yang tidak murni namun ingin menjadi setulus akar
yang tidak berkilau namun ingin menjadi sekuat intan
Dan jika kau sangka aku debu yang berterbangan dan memedihkan matamu
Bukan, bukan pula aku!!!
Karena biar aku debu, aku akan berjuang, berusaha sepenuh energiku
Untuk memberi yang seperti matahari, bulan, akar, dan intan berikan~
~Ditulis dengan tinta harapan, Padang, penghujung Oktober yang penuh kesibukan~